Saturday, December 19, 2015

Untuk kamu

Kenapa sulit sekali terlepas dari bayanganmu? Padahal ia berwarna hitam kelam. Tak ada cahaya yang nampak, hanya gelap dan hampa. Meski bila kuingat-ingat lagi semuanya, saat-saat bersamamu tak sekelam kelihatannya. Ingat tidak ketika kita sama-sama terjaga semalaman penuh, hanya berbincang hangat. Bercanda gurau. Aku bahkan menunggumu membasuh muka hanya karena kau mengantuk.
Masih ingat kah kamu tentang "nyaman" yang kita rasakan. Kamu bilang, kita akan selalu bersama selamanya, karena nyaman. Tapi kamu lupa satu hal, "nothing last forever". Kita yang sekarang bukan lagi kita yang dulu. Kebersamaan kita yang sekarang, bukan lagi kebersamaan kita yang dulu. Meski aku rindu dengan semuanya tentang 'kita', percayalah satu hal, bahwa kebahagiaanmulah yang jauh lebih berharga.
Jadi biarlah kau tetap menjadi bayangan itu. Bayangan yang selalu mengejarku kemanapun kupergi. Yang akan selalu ku ingat setiap kali aku menoleh kebelakang. Kamu akan selalu jadi kenangan termanis yang takan pernah kulupakan.

Terima kasih B! Atas semua tawa yang kau buat. Berbahagialah dengan cintamu.
Dan percayalah, aku masih di sini mendoakanmu.

Salam rindu,

Aku.

Monday, November 23, 2015

Bodoh

Bodoh.
Benar-benar bodoh ketika kamu jatuh ke lubang yang sama.
Kau tau dimana persis letak lubang tersebut, tapi kau masih saja terjatuh.
Bodoh.

Kalau saja merutuki diri sendiri ada harganya, mungkin aku sudah jadi jutawan.
Tapi memang benar. Ini semua benar-benar bodoh.
Bodoh.

Aku tidak ingin merubahmu seperti apa yang aku mau. Dan tentunya aku juga tak ingin berubah untuk alasan apapun.
Tapi realita menyudutkan kita berdua pada ruang yang salah. Yang menuntut kita untuk mempertahankan ego masing-masing.
Dan bodohnya kita, kita terhasut oleh ego.
Bodoh.

Lalu aku di sini. Termenung oleh waktu yang berlalu.
Dadaku sesak, di apit rindu.
Tanganku basah menyeka air mata sendiri.
Salahku? Mungkin karna banyak menuntut.
Menuntut kehadiranmu. Menuntut perhatianmu. Menuntut waktumu. Menuntut kejujuranmu. Menuntut cintamu. Menuntut kasih sayangmu. Menuntut rindumu.
Dan itu bodoh.
Karena sebanyak apapun aku menuntut, kau tidak akan memberikan.
Bodoh.

Lalu apa lagi yang bodoh?
Pertengkaran ini? Ya.. Tentu saja. Kata demi kata di jabarkan untuk menjelaskan perasaan masing-masing.
Apa yang salah, entah, kita sibuk meneriaki satu sama lain tanpa tau sebabnya.
Ingin di mengerti, tapi tidak mau mengerti.
Bodoh.

Tolol.

Wednesday, October 21, 2015

Kalau ada kata selain 'sakit' yang bisa mendeskripsikan perasaanku saat ini, maka aku akan menggunakannya
Penyesalan masih berbayang di setiap sudut otakku
Tentang lalainya aku menjagamu, tentang melepasmu untuk orang yang salah
Meninggalkanmu membuat pilu

Maka ku katakan pada bulan malam ini agar tetap bersinar
Agar malamnya tak sekelam aku
Agar tidurnya tak segelisah tidurku
Agar senyumanya bisa mengembang sebelum ia terlelap dalam

Lalu ku katakan pada embun, untuk tetap ada di paginya
Agar paginya bisa tenang
Agar hidupnya terasa damai dan sejuk
Agar paginya tetap indah

Tak lupa juga aku titip pesan pada mentari untuk bersinar
Agar tubuhnya tetap hangat
Agar harinya tak pernah sendirian
Agar langkahnya tetap senada dengan senyumannya

Jika aku bisa, maka aku ingin melakukan semuanya
Tak perlulah menitip pesan pada mereka, Aku siap melakukannya
Tapi aku sudah kehilanganmu.
Malamku menjadi kelam. Pagiku tak lagi indah. Dan siangku tak lagi hangat
Dan aku tak ingin hidupmu seperti aku.

Thursday, September 17, 2015

Siklus

Ketika kau ingin berhenti tapi tidak bisa, apa yang akan kau lakukan? Aku bosan. Tidak ingin melulu soal cinta, soal sakit. Aku ingin sesuatu yang baru. Rasanya tidak ingin memikirkan dimana aku akan berpijak, tidak ingin memikirkan kemarin. Karena kemarin sudah menjadi sejarah, sejarah yang melulu ku ungkit. Hingga akhirnya aku capek sendiri. Terlalu terfokus pada masa lalu, akhirnya hari ini mengungkit sakit lagi. Lalu aku akan merangkai kata-kata pedih untukku sendiri(lagi), lalu aku akan berfikir bahwa itu bodoh, dan menyesal, kemudian kembali merasa lelah. Siklus itu terulang setiap harinya. Aku hanya lelah.

Kemarin memang istimewa. Mungkin memang sekarang aku tak mendapatkan apa yang kupunya kemarin. Ah sudahlah, kalau begini nanti yang ku bicarakan tentang sakit. Dan siklus itu kembali terulang. Lalu apa yang harus aku lakukan. Apakah kehidupanku hanya terpentok soal cinta? Lalu sakit hati? Lalu siklus itu terulang? Lelah.. Lelah. Mencari jalan lain yang bisa kupijaki, yang barang kali tidak berlubang ataupun buntu—kuharap. Tapi selagi mencari, yang bisa kulewati tetap jalan ini. Likunya bagai mati, ujungnya bagai duri. Dan sakit itu berulang lagi, siklus itu—ah sudahlah! Jangan bicarakan siklus itu lagi.

Kalau aku burung, sudah pasti aku akan terbang setinggi langit dan mencari tempat tenang sendiri. Menyusun siklus baru, jalan baru, dan pegangan yang baru. Tapi bagaimana bisa terbang? Aku bukan burung. Jalanpun masih terseok-seok. Berlari malah tersandung oleh masa lalu. Lalu ketika aku jatuh, tak ada tangan yang bisa kuraih. Dia mungkin malah menertawakanku. Dia yang ku maksud adalah orang yang membuat siklusku terus berulang. Dia penyebab atas terjebaknya aku dalam ruang kosong penuh sesak. Ya, sekedar mengingatkan diriku saja, dulu dia yang menyusun pelangi di hariku. Merangkai rembulan di malamku. Tapi itu dulu. Nah kan! Lagi-lagi aku membahas kemarin. Mau sampai kapan aku tersandung dan jatuh? Nyatanya waktu ada, bukan untuk di ulang. Tapi bagaimana bisa sakit ini berulang terus? Lagi dan lagi.. Tanpa ampun.

Kupikir yang menjadi persoalan adalah siklus itu. Tapi salah. Persoalannya adalah diriku. Karena aku yang berlari hingga tersandung. Kaki-kaki ini tak mungkin bergerak sendiri tanpa empunya kan? Jadi yang salah adalah aku? Lalu bagaimana caranya aku menghentikannya? Bunuh diri? Halah bodoh! Sudah sakit, masih ingin merasakan sakit yang lain. Katanya ingin berhenti melulu soal sakit? Menyalahkan diri sendiri toh tak ada gunanya. Meratapi nasib juga sia-sia. Apalagi mengulang siklus sialan itu. Lalu bagaimana caranya agar semua berubah? Tak melulu soal cinta, tak melulu soal sakit, tak melulu malu pada senja. Bagaimana?

Friday, September 11, 2015

Aku Ingin

Hujatlah aku dengan cinta tanpa ampun
Bencilah aku sampai yang tersisa hanya rindu
Hinalah aku sampai yang tersisa hanya rasa
Sampai akhirnya tak ada dendam yang kau rasa, melainkan cinta

Aku ingin di cintai tanpa benci
Aku ingin di cintai tanpa dendam
Aku ingin di cintai dengan hati

Sunday, August 30, 2015

Pesan untuk Tuhan. untuk dia

Tuhan, aku merindukannya.
Kenangan menusuk-nusukku dengan liarnya
Mencoba mengambil alih kehidupanku sekarang
Dengan kejamnya, ia menarikku kemasa itu.
Masa bersamanya.

Tuhan, aku ingin semuanya kembali
Meski tak ada replika yang sama dengan aslinya
Aku hanya ingin mencoba membuat patung lilin yang menyerupai
Tanpa nafas, tanpa jantung.
Lalu aku ingin menikmatinya lagi, seperti waktu itu.

Tuhan, aku ingin bersamanya
Walaupun dengan segala adu mulut, pertengkaran dan perbedaan
Aku akan memandanginya, kemudian tersenyum
Besyukur karena masa itu bisa kembali lagi
Nyatanya waktu ada, bukan untuk di ulang

Tuhan, kumohon jagalah dia.
Meski tangan ini tak mampu menyentuhnya
Tapi tangan-Mu selalu kokoh melindunginya
Lindungi pikirannya dari berbagai macam hal yang ia pikirkan
Buatlah hidupnya selalu bahagia.

Tuhan, jika memang begini akhirnya. 
Aku titip dia.
Aku titip hatiku yang selalu bersamanya. Aku titip doa-doaku yang mengiringi langkahnya
Aku titip senyumannya agar selalu mengembang indah

Tuhan, Terimakasih

Thursday, August 27, 2015

Malam ini

Kisah ini runtuh tak berbekas sesentipun
Mulutku sudah lelah menjabarkan rasa sakit yang terasa, hingga lama-lama terbiasa
Banyak orang mencela tanpa bertanya
Ketika bertanya, justru pada orang yang salah
Sehingga lagi-lagi harus aku jelaskan semuanya
Bercerita pun tak semudah berkedip, rasanya seperti semua terputar di otakku, nyeri di hatiku dan semuanya keluar lewat lisan
Lalu apa yang mereka katakan?
Tidak membantu. Mencoba tetapi tidak bisa sama sekali
Jadi yang kulakukan hanya mengulang sakit berkali-kali, setiap hari, pada setiap orang yang bertanya
Kalau bisa aku ingin menghilang, lenyap bersama kenangan dan rasa sakit ini
Lalu kembali ketika sudah sembuh, kembali ketika mereka sudah lelah bertanya
Tapi nyatanya itu mustahil bukan?
Nyatanya tak ada sela jemari yang bisa ku genggam untuk menguatkanku
Tak ada bahu untukku bersandar ketika lelah
Tak ada candaan lucu untukku agar aku tersenyum
Ada kamu atau tidak.
Nyatanya aku seorang diri
Lalu mengapa mereka masih bertanya?

Monday, August 24, 2015

Tidak pernah menyesal

Kalau aku memang menyesal. Ceritanya takan seperti ini. Tak mungkin kamu jadi kenangan yang terindah. Tak mungkin kamu jadi rindu yang selalu ada. Oleh sebab itu ku katakan bahwa aku tidak pernah menyesal.

Aku tak menyesali pertemuan kita malam itu. Aku tak menyesali setiap pesan, rindu dan perhatian yang ku lontarkan untukmu. Aku tak menyesali setiap malam yang kita lewatkan bercengkrama via suara. Aku tak menyesali perjuanganku selama ini agar bisa selalu bersamamu. Aku tak pernah menyesali malam itu saat kita berbincang di antara kerumunan manusia. Aku tak menyesali apapun.

Justru aku mensyukurinya. Menyadari bahwa hubungan ini jelas. Bahkan ketika kamu menyakitiku, aku katakan bahwa aku bersyukur. Bukan kamu yang salah, bukan aku yang salah, bukan juga dia yang salah. Tapi keadaan. Dan aku sama sekali tak menyesali keadaan ini.

Biarpun sekarang aku menangis karenamu. Dulu, aku pernah tertawa terbahak-bahak karenamu. Aku pernah berteriak senang karenamu. Aku pernah tersenyum seorang diri setiap malam karenamu. Lihat sisi baiknya. Selama ini kamulah yang menjadi alasanku bahagia. Maka kukatakan bahwa aku tidak menyesal.

Pergi melangkah dari lingkaran ini pun bukan penyesalan. Kamu butuh hidupmu yang tanpa di ganggu oleh gadis sepertiku. Dan aku butuh hidupku yang tanpa kamu, agar aku terbiasa dengan keadaan ini.

Kamu sudah memberikan hal terindah selama ini. Biarlah aku cari lagi kebahagiaanku yang lain, yang bukan kamu. Biarlah kamu berbahagia dengannya, tanpa aku yang selalu menganggumu. Dan sekali lagi kukatakan bahwa aku tidak menyesal.

Terimakasih dan sungguh, Aku tidak pernah menyesal telah mencintaimu.

Wednesday, August 19, 2015

Sialnya semakin hari aku merasa tak berdaya
Kehabisan ide untuk menyatukan kita lagi
Apa yang salah, aku sudah tidak mengerti
Karena saat kamu menghilang, yang tertingal hanya tanya di hati

Kalau boleh aku ingin meminta waktu kita lagi
Kalo bisa aku ingin kembalikan yang sudah terjadi
Semua tawa yang telah kita lalui
Semua cerita yang telah kita resapi

Sekali lagi kukatakan jangan pergi
Aku egois, aku tau
Tapi aku benar-benar tak ingin kehilanganmu
Bagaimana jika ku katakan, kalau aku mencintaimu
Dan lagi-lagi tanpa ragu

Monday, August 17, 2015

Sekarang aku sedang menjarak.
Memberi cela agar hatiku tak terluka lagi
Tapi jangan kira hati ini tak mencinta
Nyatanya masih dan hanya kaulah yang selalu ada

Percayalah, meski jarak kita semakin jauh
Aku tetap setia menunggumu
Mengagumimu dari jauh
Tanpa ragu

Monday, August 10, 2015

little message for you sir, enjoy

Sekarang sudah bulan Agustus. itu artinya kita telah melewati 2 bulan sejak kita berkenalan. Tak ada kemajuan yang bisa ku ceritakan, hubungan ini tetaplah menjadi hubungan ini. Tidak tau apa namanya, tapi kuyakini 2 bulan bersamamu benar-benar tak terlupakan. Kau sudah kembali lagi ke Jakarta, ingin rasanya kita bisa bertemu seperti senja di hari itu. Tapi mengapa semua terlihat sulit? bahkan untuk menghubungimu saja aku tak ada kesempatan. Tapi jangan salahkan aku, selagi kau masih suka menghilang, kau turut andil dalam seberapa jauhnya kita berpisah.

kau tau? sepertinya aku mulai mengalami perbedaan di bulan ke 2 ini, ini tentang perasaanku. Aku tidak berkata bahwa aku tidak mencintaimu lagi, hanya saja semakin seringnya kau menghilang, semakin terbiasanya aku tanpamu. Sampai sekarang aku masih tidak tau bagaimana perasaanmu kepadaku, bagaimana otak dan hatimu menilaiku. Kubiarkan saja itu menjadi sebuah rahasia, sampai akhirnya kita sama-sama mengetahuinya.

Telah kukatakan bukan? aku sudah lelah bermain-main, berkeliling mencari hati, mencari sela jari yang pas untuk jemariku menggenggam. Jadi untukku sekarang ini, pilihannya hanya 2, kau, atau tidak sama sekali. Jadi mungkin saat kau sudah memutuskan, dan ternyata kau memilih pergi. Maka aku akan memilih untuk tetap di sini, Menunggumu.

Thursday, July 23, 2015

Aku bingung memikirkan kelanjutan kisah ini. Kisah semu yang sepertinya kubuat sendiri. Semuanya berubah, entah sejak kapan. Kamu bukan lagi kamu. Masih terlalu jelas bayanganmu saat kita bertemu, di bawah langit malam di bulan juni. Tidak ada yang lebih baik dari mendengar namamu hari itu, ya.. Kita menutup malam dengan berkenalan. Nyatanya tidak butuh waktu lama untuk mencintaimu. Kamu terlalu kamu. Aku merasa mengenalmu walau hanya dari sebuah pesan singkat. Semakin hari, kita semakin dekat. Bertukar cerita, berbagi tawa, hanya berdua. Rasa nyaman itu hadir dengan sangat mudah. Kau tutup luka di hatiku dengan peringaimu yang manis. Sudahkah kukatakan kalau kau bukan kriteria ku? Ya.. Bukan sama sekali, tapi nyatanya aku masih di sini.

Tapi perjalanan kisah ini tentulah banyak rintangannya. Kebohongan demi kebohongan akhirnya terungkap. Siapa kamu, aku mulai tak ingat. Makin lama kita makin menjauh. Bahkan akhirnya tidak tau kabar satu sama lain. Akhirnya air mataku jatuh lagi. Meski bukan untuk lelaki yang sama, tetapi justru untuk seseorang yang kukira tak akan pernah membuatku menangis. Aku rindu kamu yang kamu. Tapi aku bahkan kesulitan untuk mengenal kamu.

Lalu aku berjuang lagi, mencoba mengembalikan hari-hari kita. Mencoba mencari lagi siapa kamu. Aku berjuang sendirian. Aku membelah malam, hanya untuk bisa mendengar suaramu. Aku mematahkan hatiku, hanya agar aku bisa terus bersamamu. Semua kulakukan. Akhirnya aku mulai mengenalmu. Kamu yang sesungguhnya, tanpa bohong, tanpa segalanya yang pernah kamu lakukan. Aku tau itu kamu.

Lalu sekarang apa? Aku kesulitan untuk mengimbangimu. Karena nyatanya aku memang berjuang sendirian. Kamu bahkan seolah tak melihat kearahku. Dan akhirnya aku hanya bisa berandai-andai untuk bisa kembali ke masa itu. Saat kita berkenalan. Saat kamu berkata manis. Saat tidak sulit untuk bisa bersamamu. Aku ingin kembali. Tapi aku tau itu mustahil

Thursday, July 16, 2015

benar salah

Kadang yang kamu coba lakukan adalah menjadi benar
Padahal kamu tidak tau apa itu benar
Akhirnya kamu mencoba semuanya yang kamu anggap benar
Lalu akhirnya tersudut bingung tentang kebenaran
Sampai saatnya kamu bertanya pada manusia
Apa itu benar?
Tapi tak ada yang bisa memberikan jawaban yang benar
Karena kamu tak tau apa itu benar
Nyatanya Salah lebih asik, lebih mudah di lakukan
Lalu semua yang kamu anggap benar berubah menjadi salah
Salah yang nyatanya bisa membuatmu bahagia
Sekalipun di dalam hati terus berkata kalau itu benar
Sayangnya kini kamu mengagungkan kesalahan
Hingga yang benar-benar Benar hilang
Hanya ada kesalahan
Padahal jika kamu bertanya pada yang Maha Benar
Kamu akan mendapatkan jawaban yang Benar
Sekarang yang kamu lakukan berubah menjadi benar-benar Salah
Salah langkah
Salah tujuan
Salah tindakan
Salah haluan
Salah kendali
Salah perbuatan
Dan yang Benar, akhirnya benar-benar hilang

Wednesday, July 8, 2015

Gak tau ah :"""

Aku masih tidak mengerti untuk apa air mata ini
Untuk mengkasihani diri sendiri?
Entahlah, yang kulakukan hanya menangis
Seolah hidupku hanya untuk menangisinya
Kenapa juga yang ingin pergi masih saja kutahan-tahan?
Kalau ini demi kebahagiaanku, jelas aku egois dan jelas ini salah
Aku berusaha ikhlas
Berusaha merelakannya, mencoba menarik napas dalam untuk mengurangi sesak
Lagi-lagi yang jahat adalah kenangan
Kenangan yang menamparku setiap hari
Yang menarikku untuk menoleh

Kau bilang, kau membutuhkanku
Lantas sekarang kau menghilang
Sudah tidak butuh kah? Atau aku memang bukan yang kau butuhkan pada akhirnya?
Tapi apa kau lupa, bahwa aku juga membutuhkanmu.
Lalu bagaimana sekarang?

Monday, July 6, 2015

"Aku tidak meminta lebih,

Hanya sedikit waktumu untuk bersamaku. Hanya sedikit waktumu untuk bercanda gurau denganku. Hanya sedikit waktumu untuk menggenggam tanganku.

Aku tidak meminta lebih,

Hanya ingin kamu ada di sini. Menyanyikan lagu bersama. Menghabiskan waktu berdua. Paling tidak hanya untuk berkata "hai, aku di sini."

Aku tidak meminta lebih
Tapi nyatanya sedikitpun tak kau berikan "

Ampun! Galau pas bulan puasa, gak enak ya. Gak bisa nangis. Hiyaaa curhat-_-

Sunday, July 5, 2015

Ia bilang...

Ia bilang semuanya akan kembali baik-baik saja.

Genangan air sisa hujan semalam
Embun-embun pagi berpadu dengan kicauan burung
Aku melihat wajahmu yang damai
Kedua kelopak mata tertutup dan aku berada dalam pelukan

Ia bilang semuanya akan kembali baik

Ia menggengam tanganku erat
Menuntunku pada pagi-pagi di bulan juni
Tawanya mengukir hariku
Aku menggenggam telapak tangannya yang kokoh
Kita berbincang menyeruput teh hangat
Di temani damai dan suka cita

Ia bilang semuanya akan kembali

Senja di bulan Juli, langit tidak sebersahabat kemarin
Awan mendung mengerubungi
Adu mulut menjadi pengiring kesunyian itu
Aku terpaku memeluk tubuhku sendiri
Berharap ada cahaya mentari yang menerangi
Nyatanya tak juga ia menghampiri

Ia bilang semuanya..

Malam berkelabu di rundung pilu
Aku menatap pintu sambil menyeruput secangkir kopi
Berharap kau mengetuk dan kembali padaku
Detak jam menyudutkan otakku
Aku tau ia takan kembali
Tetapi tetap di sudut hati tak pernah lelah menanti

Ia bilang..

Aku pergi.

Friday, June 26, 2015

Jatuh cinta padamu

Aku jatuh lagi, kali ini lebih dalam dari sebelumnya
Dia menyambutku dengan senyuman ramah
Membuatku sulit untuk melonggar
Kecewa menjadi bayangan di perjalanku, aku takut
Tapi senyumnya lagi-lagi menarikku masuk lebih dalam
Aku memanjat tebing ini, tebing harapan yang menjulang tinggi
Berniat terlepas dari kilaunya cinta, berharap tidak terjatuh lagi
Tapi suaramu menggetarkan tulang belulangku
"Aku butuh kamu" katamu
Ahh.. Aku tercekik oleh cinta
Terdiam sambil menatap matanya dalam
"Aku juga butuh kamu, jangan pernah mencoba pergi." Mohonku sore itu.

Ya.. Lagi-lagi aku membiarkan hatiku jatuh
Jatuh cinta padamu.

Thursday, June 4, 2015

2 juni : aku, kamu, dia dan 'dia'

2 juni kemarin, mungkin hari yang paling aneh yang pernah ku lalui
Ada kamu, ada dia dan juga 'dia'
Tak pernah tau kenapa perpisahan sungguh mengembirakan
Aku dan dia tak lagi menjadi kita, lantas mengapa aku bahagia?
Mungkin ada kamu dan 'dia' yang tiba-tiba hadir kembali
Entah aku kelewat jahat atau bagaimana. Tapi sungguh, aku bahagia hari itu

Aku dan kamu belum menjadi kita.
Ah, betapa bodohnya aku menyebutkan kata 'belum' di sana
Ada secercah harapan yang kutanam dalam sebuah kata 'belum'
Tapi walaupun nantinya 'belum' itu akan menjadi 'tidak'
Tepat pada tanggal 2 juni kemarin, aku tetap bahagia

Lalu apa lagi yang ingin ku bahas tentang 2 juni?
Oiya, tentang 'dia'
Sosok abu-abu yang tiba-tiba saja datang dan membuahkan senyum di bibirku
'Dia' datang dengan caranya sendiri, membuatku terpanah dengan caranya sendiri
Siapa 'dia'? Apa ia ingin masuk? Aku tak tau
Tapi kalau boleh jujur, aku sudah membuka kehidupanku untuk ia masuki tepat tanggal 2 juni

Sekarang yang ada tinggal kamu dan 'dia'

Entah bagaimana lagi aku menjalani kisah ini
Mataku sudah lelah menangis
Mungkin kini saatnya ia menangis karena sebuah kebahagiaan
Menangis dengan senyuman lebar terukir di bibirku
Dan pada tanggal 2 juni.
Aku menaruh harapan besar pada kalian, kamu dan 'dia'

Saturday, May 23, 2015

Bahkan gue gak ngerti ini gue nulis apa._.

Yang lucu sepertinya bukan sandiwara ini
Tapi bagaimana ini berawal, berjalan dan berakhir
Aku bak ikan terpancing kail
Bodoh memang, karena umpannya tak sebanding
Mencoba menapaki realita yang kian maya
Suatu saat aku akan tersadar kalo aku tak lagi berpijak
Mungkin terlalu lama berdiri di atas api
Hingga baranya tak sepanas kemarin
Ingin berhenti, ingin kembali
Tapi sadar, tak pernah ada tujuan yang pasti

Sunday, May 17, 2015

Tuan, kau berhasil menghancurkan hidupku lagi
Apa kau ingin sebuah penghargaan? Atau medali?
Atau perlukah kurangkai pecahan hatiku untukmu
Agar kau bisa lihat sendiri maha karyamu
Atau mungkin kau kurang puas?
Ingin lagi?
Silahkan tuan
Jika itu membuatmu bahagia, kenapa harus aku marah?
Bahagiamu, bahagiaku juga kan?
Jadi, silahkan :)

Thursday, May 14, 2015

Im not available

Aku tak tahan lagi, teriakan itu terus mengiang di telingaku
Namamu, namamu, namamu
Padahal telingaku sudah ku sumpal dengan air bud atau apapun itu namanya, tetap saja suara itu terdengar, nyaring sangat nyaring.
Mereka bilang rokok dapat mengurangi stress
Walaupun aku tau kalau aku bukan stress, hanya sedikit.. Hmm apa ya namanya..
Aku bahkan tidak tau namanya apa
Dan mereka juga bilang, minum-minuman beralkohol akan membantuku melupakan kesedihan
Tapi aku tidak sedih, ini bukan sedih, hanya sedikit.. Merasa kosong
Lalu ada lagu yang liriknya adalah "stay high all the night, to forget i missing you."
Tapi aku merasa kalau aku tidak merindukannya, maksudku kita hampir setiap hari bertemu dan bahkan masih bisa saling menghubungi
Sekarang aku benar-benar tidak tau lagi harus bagaimana
Rasanya ingin berteriak, "bung! Aku mencintaimu, berhentilah bermain-main"
Aku tau, tidak semuanya salahmu, aku juga salah
Kita yang salah.
Karena cinta bukan sebercanda yang kita lakukan
Hatimu terbagi dua? Aku tau, atau mungkin lebih.
Dan aku juga merasakan hal yang sama
Tapi apa kau tau satu hal? Hal yang membuatku seperti ini?
Karena sejauh apapun aku melaju, aku selalu membanting stir dan kembali padamu
Jadi apakah kau juga melakukan hal yang sama?

Monday, May 11, 2015

Bulan :)

suasananya memang biru, Depok atau hatiku yang di rundung pilu?
Aku di sini, di kamarku yang berantakan
Kastil kesayanganku
Aku bersimpuh pada kedua lututku, memohon agar yang maha kuasa mendengarkan
Aku memang terlalu sering meminta, tak tau diri. Aku tau
Tapi kali ini aku benar-benar memohon tuhan, ku kesampingkan doaku yang lain
Ku mohon..  jagalah bulanku agar tetap bersinar
Biarkan awan itu, asal remangnya masih terlihat
Jaga bulanku agar tetap tersenyum
Biarkan ia jauh, asal bahagianya masih terasa
Tuhanku, penciptaku.
Sungguh tuhan, aku meminta
Kali ini aku ingin kau memperhitungkan permintaanku
Di dalam tangis, hatiku habis di kunyah perih
Tapi aku masih meminta
Tolong jaga bulanku, selalu.

Dari hambamu yang tak tau diri.
Aku.

Friday, May 8, 2015

malu pada senja

Aku malu pada senja
Malu karena tiap ia mengintip, aku selalu sendiri
Diam-diam senja mengejekku
Menertawakan ku yang masih saja menggenggam dedaunan, bukan tangan lelaki
Tapi aku menghiraukannya, senja tidak tau apa-apa
Yang tau adalah siang
Ia melihat aku bercengkrama dengan lelaki itu
Tetapi aku masih malu dengan siang
Karena yang ku ajak berbicara tidak berstatus apapun
Tidak ada tangan yang bergandengan
Hatiku masih di gerogoti sepi
Mencoba mengenyahkan sendiri dengan bercakap-cakap
Tapi percuma.
Kurasa yang lebih tau adalah malam
Malam memergokiku sedang menatap matanya
Ia tau bahwa aku sedang bersama lelaki itu, melewati malam
Tangan kita memang tidak bergandengan
Tapi kurasa hati ini bergandengan, entah.
Atau ini hanya perasaan saja?
Dan ternyata yang paling tau adalah pagi
Karena begitu aku membuka mata, aku masih sendiri
Tak ada dia di pagiku
Tak ada dia saat aku membuka mata
Dan lagi-lagi aku malu pada senja
Karena lagi-lagi, aku masih sendiri.

Sunday, May 3, 2015

Lantas seperti apa hatiku saat ini?
Sudah remuk, kini semakin hancur
Rasanya tangis sudah tak lagi ada gunanya
Lalu apa lagi yang bisa aku lakukan?
Kamu adalah bayangan dan selamanya akan begitu
Bayangan yang akan menghilang bersama gelap
Tapi, betapa bodohnya aku
Karena tidak menyadari satu hal
Sekencang apapun aku berlari, bayangan akan selalu mengikuti
Jadi bagaimana caranya mengenyahkanmu?

Friday, May 1, 2015

Jadi mana yang lebih baik?

Sayang, semakin hari aku merasa semakin ambruk
Rasa-rasanya seperti jatuh di tempat yang salah
Landasanku berjeruji lancip, tidak datar dan empuk
Semakin aku terjatuh, yang kurasa hanya semakin sakit
Peluh-peluhku mulai tampak tak terkendali
Inikah yang namanya lelah? Atau menyesal?
Tapi aku sudah hampir tenggelam, rasanya aneh kalau aku kembali ke permukaan
Tapi menetappun aku akan mati
Aku tak tau lagi sayang. Apa yang harus aku lakukan?
Begini sakit, begitupun perih
Kuakui aku lelah, sedikit menyesal dan ingin berhenti saja
Namun senyummu bagaikan jangkar
Kapalku tidak bisa berlayar
Kini semua hanya terserah padaku
Dan mungkin, aku akan melepaskan jangkar itu
Mengenyahkan senyumanmu dan berlayar
Tapi aku takut, sayang.
Karena aku berlayar tanpa penunjuk arah
Aku berlayar tanpa jangkar
Aku pasti tidak bisa berhenti
Lalu, apa yang harus aku lakukan sayang?
Tidakkan mengikuti arus itu bahaya?
Air terjun pasti menantiku
Lalu aku?
Ujungnya akan mati juga
Jadi mana yang lebih baik?

Thursday, April 30, 2015

Cuma unek unek

Tuan, aku menunggu sang waktu memberikan kesempatan untukku
Untuk melukis senyum di harimu
Untuk menemani duka di kelabumu
Untuk memberi cahaya di gelapmu
Bilamana aku pantas Tuan. Aku ingin melakukannya setiap saat
Mengeratkan jemarimu di sela jemariku saat hujan
Menerpa angin malam bersama
Dan yang terpenting, bahagia.

Tapi lihatlah Tuan.
Aku di sini hanya berdiri menghela napas
Sesak saat melihat ada tangan lain yang berada di tanganmu
Menyadari bahwa aku memang tidak pernah pantas
Tangganku mungkin tidak pernah pas di sela jemarimu
Hayalanku terlampau tinggi hingga tak ada pijakan
Padahal yang ku butuh hanya satu, bahagia.

Dan yang kusadari hingga detik ini, kaulah bahagiaku.

Wednesday, April 29, 2015

Aku ingin di persilahkan

Ingin sekali aku mengundangmu memasuki rumahku yang hampa, berdebu dan usang.
Namun tak ku sangka derajatmu menjulang tinggi menjauhiku.
Padahal telah kusiapkan sofa empuk dengan bantalan kapuk untuk kau duduki, tepat di sampingku
Lalu saat kusadari kau tak ingin masuk, maka akulah yang pergi ke rumahmu
Kau memang membuka pintu, namun hanya sejengkal agar kau bisa melihat siapa di depan.
Aku tersenyum dengan tatapan penuh harap
Peluh di keningku tak kuhiraukan sehabis menempuh perjalanan jauh
Aku ingin masuk, bercengkrama dan meminum secangkir teh hangat bersamamu
Berusaha mengganti senja yang kulalui seorang diri dalam naungan rindu
Satu jam aku menunggu reaksimu, tapi aku hanya bisa melihat manik matamu dan mendengar deru napasmu yang beradu dengan pintu
Aku masih menunggu, menunggu agar di persilahkan masuk
Menunggu sang tuan rumah yang mengajakku masuk
Ku hela napas panjang mencoba menahan emosi di benak terdalam
Menengadahkan kepala dan tersenyum mencoba menahan air mata
Namun sang tuan rumah masih terdiam di sana
Mengintip di cela pintu tanpa kata
Aku mematung, mungkin yang sekarang harus kulakukan adalah menyiapkan hatiku
Karena hanya tinggal menunggu waktu, sebelum pintu itu kembali tertutup
Dan aku? Aku akan menikmati senja yang kesekian seorang diri, lagi dan lagi.

Monday, April 20, 2015

Jika memang tak bisa bersama, jangan beri harapan
Jika memang tak ingin di cinta, berhenti melakukan yang kau lakukan sekarang
Jika memang bukan aku, relakan aku pergi

Sunday, April 19, 2015

gak jelas maap

Sekarang bagaimana? Puas melihatku menangis? Puas membuat hidupku kacau? Sudah puas?
Lalu aku harus bagaimana? Harus bagaimana lagi untuk melupakanmu? Karena sungguh aku tak bisa. Tak peduli berapa tangis yang kau buat. Seberapa kacaunya aku tanpa mu. Aku tetap tak bisa. Jadi kumohon, berhenti.

Thursday, April 16, 2015

gak tau deh

Sayang, kukira banyaknya persamaa membuat kita satu.
Tapi tak pernah ku sangka, kamu adalah minyak sedangkan aku air
Kamu adalah air, sedangkan aku api
Kamu adalah terik, dan aku adalah hujan
Sayang, ternyata kita memang tak bisa bersatu, meski jalan kita searah.

Tuesday, April 14, 2015

tulisan asal di malam kelam penuh rindu

Kurasa aku sudah kehabisan kata-kata untuk meyakinkanmu.
Tapi yang sebenarnya kupikirkan adalah pikiranmu, apa yang ada di sana, apa yang sedang kau pikirkan, apa yang kau tulis tentangku di sana?
Kalau aku mengatakan, "aku sungguh serius." Mungkin takan ada gunanya, aku tau.
Tapi semua yang kulakukan, apa itu tak juga ada gunanya? Tak juga meyakinkanmu?

Mari bertaruh.
Kuyakini tak ada yang mencintaimu seperti aku. Yang rela walau sakit sekalipun.
Yang terbangun jam 2 pagi, karena tidak tenang dengan keadaanmu.
Yang menarikmu dan berkata, "pulanglah, kau tak harus menetap."
Yang memperhatikanmu dari jauh.
Yang tak bisa tidur sebelum mendapatkan kabar darimu.

Aku tau kalau aku berlebihan, setidaknya coba sebutkan 1 nama saja. Nama seorang perempuan yang menyayangimu seperti aku.
Yang bisa membuatku yakin kalau aku melepasmu untuk orang yang tepat. Maka jika ada, aku akan mundur teratur.
Karena bagiku cinta bukan medali atau penghargaan yang harus di dapat. Bagiku, kau bahagia sudah lebih dari cukup. Aku bersungguh-sungguh.
Jika kau ragu, lantas apa lagi yang membuatku bertahan sejauh ini, selain senyummu?

Meski aku lebih ingin kau bahagia karenaku, tapi apalah dayaku ini sayang?
Sekarang, sebelum 1 nama itu terucap. Kuminta agar kau percaya padaku
Percaya kalau aku sungguh menyayangimu dan akan begitu sampai waktu yang bahkan tak berujung
Percaya bahwa aku mampu menjagamu, walau dari jauh.

Dan sejujurnya, aku ingin kau melakukan hal yang sama.
Di sini, mendekapku. Meyakiniku kalau bukan aku satu-satunya yang merindu.



P.s anjir gue ngomong apa ini? Ngaco banget haha

Sunday, April 5, 2015

Mencintai Luka




Aku mencintai luka.. Ya.. Aku cinta dengan luka.
Aku tak pernah menyianyiakannya. Setiap goresnya selalu kutampung.
Ku kumpulkan satu persatu, lalu aku membawanya kemanapun aku pergi.
Aku menutupinya dengan selembar kain, seolah tak ingin membagianya dengan yang lain.
Menjaganya seperti sesuatu yang rapuh.
Menggendongnya seperti seorang bayi mungil.
Dimanapun aku, di situ ada luka.
Temanku hanya luka—paling tidak itu yang aku tau.
Aku menyukai luka lebih dari apapun, lebih dari serial tv kesukaanku, lebih dari kucing berbulu tebal kesayanganku, atau lebih dari rasa sukaku pada dunia.
Aku lebih suka luka! Aku mencintainya. 
Lambat laun, luka itu semakin banyak, semakin berat.
Kain pembungkusnya sudah tak lagi muat untuk menutupinya.
Langkahku kian lambat karena beratnya beban yang kuangkat.
Sampai akhirnya aku menyerah.
Aku duduk di taman yang sedang kulakui, kubuka kain penutup itu dan meletakkannya di tanah.
Aku menatap orang-orang dengan tatapan minta tolong, tapi tak ada yang melihat kearahku—ada, tapi tidak peduli.
Saat aku berteriak minta tolong pun, tak ada yang membantuku.
Padahal aku hanya butuh satu atau dua orang untuk membantuku untuk membawa sebagian lukaku ini, tapi nyatanya, tak ada yang mendekat—malah menjauh.
Dengan desahan putus asa dan senyuman di bibirku, aku memeluk luka-lukaku.
Karena aku tau, hanya luka yang ada di sampingku, saat tak ada satu orang pun yang peduli.
Aku mencintai luka, ya.. Aku mencintai luka

Sunday, March 15, 2015

ARTCORNER!

Hai semuanyaaaa! Daku datang lagi bawa berita, gak curhat kalo ini haha. UKM gue lagi ada acara nih. Acara puncak buat anggota mudanya, BALADA 16! Balada guee!!


Ayo ramein acara kita! UKM PEAD (Pancasila economic art division)


Note : kalo ada yang kurang jelas, minat atau mau nanya-nanya, bisa langsung ke contact person kita


Cp : Aris ( 7687F04E)
*Cp : Sanul ( 2645C771) 0896-9744-3567
*Cp : Nida (51315DC4)





Friday, March 6, 2015

Siapa mereka?


1. Betrix

Aku mengetahui namanya dari surat kabar edisi setahun yang lalu. Saat itu aku sedang di beri tugas membuat bubur kertas oleh guru seniku. Gambarnya terpampang jelas dan besar di halaman pertama. Berita paling di buru-buru media sosial manapun.

Alex Miller, lelaki keturunan Australia-Belanda yang sering terlihat di kawasan Brookville, Ohio. Banyak berita simpang siur tentang alasan mengapa laki-laki itu selalu berdiri di persimpangan pusat kota. Bersandar pada papan penunjuk arah, hanya melamun dengan tatapan kosong dan juga sepuntung rokok di bibirnya. Kegiatan itu ia lakukan di hampir setiap harinya.

Lelaki itu terkenal, tepat setahun yang lalu. Namun namanya sudah pudar, menguap begitu saja karena masyarakat Ohio sudah menganggapnya biasa saja. Mungkin orang-orang sudah mulai bosan melihatnya.

Dan sekarang aku berada di sini, di persimpangan jalan yang kumaksud. Aku ingin membeli buku di seberang jalan ketika kudapati lelaki itu berdiri di sana, beberapa langkah dari toko buku itu. Ia jauh lebih tampan dari pada di koran. Bersandar pada papan penunjuk arah seperti seorang model, sebelah tangannya di masukkan ke saku celana dan sebelahnya lagi memegang sepuntung rokok tanpa membakarnya.

Kata Brigitta sahabatku, ia adalah wujud nyata dari lagu The Script berjudul The Man Who Can't Be Moved. Dulu aku benar-benar mengidolakannya karena hal itu, itu sweet sekali! Jaman sekarang mana ada yang seperti dia. Dan melihatnya secara langsung sekarang, aku bahkan rela menjadikannya kekasihku, atau suamiku. Dia tampan dan terlihat berwibawa.

Tapi berhubung aku sudah mempunyai kekasih, aku jadi tidak tertarik lagi. Aku pun melangkah cepat melewatinya menuju toko buku itu. Toh, dia sedang menunggu kekasihnya untuk kembali.


2. Moreno

"Permisi tuan, ini surat kabar yang ada minta." Mia, asisten rumah tanggaku itupun meletakkan surat kabar itu di mejaku, sedikit membungkuk kemudian pergi meninggalkanku di ruangan sedirian.

Kemarin aku melihatnya lagi, Alex Miller yang dulu sempat mewarnai televisi-televisi lokal. Aku pernah mewawancarainya, dia orang yang baik dan murah senyum. Kepribadiannya yang baik dan tutur katanya yang juga baik, membuatku betah berlama-lama berbincang dengannya. Yang menjadi kesulitan hanyalah, ia tak mau di wawancara di tempat lain selain di persimpangan itu. Agak merepotkan karena banyak orang yang berlalu-lalang untuk menyebrang jalan. Tak jarang pula, Paul, kameramenku terdorong hingga gambarnya goyang semua. Kita harus mengulangnya terus menerus saat pengambilan gambar.

Dan saat aku melihatnya kemarin, Alex tidak menyapaku, seolah tak mengenalku sama sekali. Aku sedikit terkejut, apalagi saat aku menyapanya, ia menatapku dingin seolah aku benar-benar asing.

Alex Miller, Pria jangkung berkebangsaan Australia. Rambut cokelat dan berkulit putih pucat yang terus berdiri di persimpangan jalan. Di duga kekasihnya meninggal akibat kecelakaan di persimpangan jalan itu, sehingga ia berupayah menebus rasa kehilangannya dengan terus berdiri di sana.

"Payah!" Gumamku. Aku tau bukan hal ini yang membuatnya berdiri di sana. Surat kabar ini benar-benar tidak bermutu. Karena Alasan Alex berdiri di sana adalah untuk mengenang kematian ibunya 3 tahun yang lalu akibat tragedi kecelakaan maut di persimpangan itu. Meskipun Alex tidak mengatakan apapun, tapi ia tersenyum pedih saat aku menebaknya. Dan aku tau. Tebakanku benar, dan itulah yang ku tulis di redaksiku waktu itu, setahun yang lalu.



3. Jack

Persimpangan pusat kota? Aku benci tempat itu. Sangking bencinya aku selalu menyuruh adikku untuk pergi ke sana setiap kali aku membutuhkan sesuatu, seperti peralatan sekolah dan lain sebagainya. Karena letaknya berada di pusat kota, tempat toko-toko besar berjajar rapih, menjulang tinggi mencakar langit.

Hal yang membuatku anti untuk pergi ke sana hanyalah karena dia, dia Alex Miller. Siapa yang tidak tau bocah dungu itu? Aku membencinya. Semenjak ia terkenal setahun yang lalu, seluruh siaran berita dan surat kabar jadi membicarakannya. Padahal masalah-masalah dalam negeri lebih penting untuk di liput dari pada si lelaki penunggu persimpangan itu.

Dari yang kudengar, dia adalah mantan nara pidana yang di penjara karena menabrak seorang anak kecil di persimpangan itu 3 tahun yang lalu. Dan tepat setahun kemudian, anaknya meninggal karena kasus yang sama. Alex frustasi dan menganggap bahwa dirinya terkena karma, jadi sebagai wujud penyesalannya, ia selalu berdiri di sana memandang kosong ke arah jalan. Tempat terjadinya kecelakaan itu.

Dan aku membencinya karena banyak alasan; yang pertama, karena mendengar berita itu, aku tidak suka dengan orang-orang jahat yang dengan tega membunuh orang, terlebih lagi anak kecil. Yang kedua, berita tentangnya mengganggu setiap kali aku sedang menonton NBA di televisi, seperti selalu terpotong karena berita tidak penting tentangnya. Dan yang ketiga, karena aku pernah bertemu dengannya, waktu itu aku sedang mabuk berat dan orang bodoh itu menghalangi jalanku. Ketika aku membentaknya dengan kata-kata kasar, ia hanya tersenyum manis. Dan itu benar-benar membuatku gila.

Aku benci Alex Miller. Dan aku baru akan memaafkannya jika ia sudah tidak berada di persimpangan jalan itu. Sialnya, dia tidak pernah pergi.


4. Melani

Aku pernah melihat Alex Miller sedang berciuman dengan seorang gadis di persimpangan itu. Aku tidak sempat mengabadikannya karena ponselku mati. Tetapi saat aku menceritakannya, tidak ada yang percaya dengan ku selain Bea, tentu saja karena waktu itu aku sedang bersama Bea.

Dan untuk kedua kalinya aku juga melihat Alex Miller sedang berbicara dengan seorang gadis dengan tatapan penuh kebahagiaan. Bahkan gadis itu mengenakan gelang yang sama dengan punya Alex, seperti gelang couple. Dan yang kedua kalinya ini ada orang lain yang juga melihatnya, tetapi mengacuhkannya begitu saja, karena mengira gadis itu bukan kekasihnya. Buktinya, Alex tidak juga pergi dari sana sampai saat ini. Tapi aku bersumpah, itu adalah gadis yang sama dengan gadis yang mencium Alex pada malam itu. Tetapi kenapa tidak ada yang percaya?

Di kesempatan yang ketiga, aku berhasil memotret Alex yang sedang berciuman dengan gadis itu, Ya! Gadis yang sama. Wartawan langsung memburuku karena tau aku memiliki fotonya. Aku menawarkan Foto itu dengan sejumlah uang yang harganya lumayan. Dan terjual pada Ohio News sebesar 5000 dolar. Betapa beruntungnya aku saat itu.

Dan sejak saat itu aku terus mengambil gambar Alex dengan gadis yang sempat di ketahui bernama Alexa! Waw! Benar-benar nama yang serasi. Tetapi entah bagaimana mereka malah jadi sering mengumbar kemesraan di depan halayak, hingga foto-fotoku pun tak lagi di hargai. Para fotographer bisa memotret mereka sendiri tanpa bantuanku. Karena adegan bermesraan itu terus berulang hingga larut malam tanpa terusik.

Jadi aku memutuskan untuk tidak memperdulikan Alex, lelaki yang di beritakan di usir dari rumahnya karena menyusahkan kedua orang tuanya, dan yang ia lakukan hanya bermesraan dengan kekasihnya. Setidaknya itu yang ku tahu.



5. Kaelia

Outline skipsi

Nama : Kaelia Doughtes
Nomor : 13/55555/sp
Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu politik
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta


Judul penelitian : Pengaruh kriminalitas terhadap kehidupan remaja dan negara

Tidak ada yang lebih buruk dari memikirkan skripsi di tengah liburanku di kota kelahiranku sendiri, Ohio. Setelah lama menempuh pendidikan di indonesia, akhirnya aku kembali ke Ohio. Tidak banyak yang berubah di sini, atau mungkin aku yang berubah.

Kemarin saat sedang mencari buku-buku milik ayahku untuk membantuku menyusun skripsi. Tiba-tiba mataku terpaku pada selembar halaman surat kabar yang sudah sobek. Ayahku memang seorang redaksi surat kabar di Ohio. Dan biasanya ia menumpuk hasil kerja timnya di perpustakaan rumah. Alhasil ada saja kertas-kertas usang seperti ini yang memenuhi perpustakaan.

Ku ambil selembar kertas itu dan membacanya dengan sedikit kesulitan, karena beberapa kata hilang akibat sobekan-sobekannya yang entah berada di mana. Tapi tag-linenya masih utuh, terlihat jelas dengan tulisan yang sengaja di tulis dengan format Bold.

Alex Miller bersama kekasihnya Alexa Avegaf membunuh seorang gadis yang di duga sebagai pengganggu hubungan mereka. Tetapi keduanya lantas menyesali perbuatannya dan sering terlihat di persimpangan pusat kota, lokasi terakhir kali, Alex dan Alexa bertemu dengan gadis itu.

Aku menyipitkan mata merasa heran. Ada-ada saja kejadian seperti ini di Ohio. Atau mungkin memang banyak di dunia ini? Tetapi melihat berita itu, aku jadi mendapatkan ide untuk materi skripsiku.

Jadi kuputuskan hari ini untuk duduk di Depan Kafe yang berada di dekat tiang penunjuk arah itu, mengamati lelaki yang bernama Alex sedang menangis bersama kekasihnya Alexa di pelukannya, menandangi jalan itu terus menerus.

Pertanyaan Penelitian : Apa yang membuat mereka menyesali perbuatannya?



6. Fixy

Untuk yang ke sekian kalinya aku melihat Alex Miller di persimpangan jalan itu. Meski beritanya sudah tak lagi populer, aku masih saja mengidolakan sosok Alex Miller, seorang Pencopet yang memberikan hasil rampasannya untuk di sumbang ke panti asuhan dengan nama pengirim Anonimus. Kisahnya benar-benar mengingatkanku pada salah satu film kartun dengan tokoh heroik yang sama seperti Alex.

Aku pernah meminta tanda tangannya, yang sampai sekarang masih ku pajang di dinding kamarku. Dan aku sengaja membuat gelang yang sama dengan gelang Couple milik Alex! Meski ia sudah bukan lagi orang terkenal, tetapi aku masih sering mengunjungi persimpangan jalan hanya untuk melihat Alex.

Kudengar, panti asuhan yang selama ini ia sumbang, sudah menjadi panti asuhan yang besar dan berkecukupan, oleh sebab itu, Alex tidak lagi mempunyai pekerjaan. Yang di lakukannya hanya berdiri di persimpangan itu, tempat biasa ia mencopet.

Oiya, sekarang di samping Alex ada seorang gadis cantik berambut pirang bernama Alexa, dengar-dengar mereka kawin lari karena orang tua Alexa tak mengizinkan Alexa menikah dengan lelaki tukang copet seperti Alex. Tetapi memang dasar jodoh, kini mereka berdua pun hidup bersama dan sering berdiri bersama di persimpangan jalan sambil berciuman. Ya persimpangan jalan, tempat pertama kali mereka bertemu. Alexa adalah salah satu korban yang di copet oleh Alex, ternyata mereka berjodoh!

Benar-benar kisah yang menginspirasi, beruntungnya seorang Alexa mendapatkan Pria seperti Alex. Aku juga mau!



7. Tom

Aku masih suka heran dan menggeleng-gelengkan kepala setiap kali melihat Alex Miller dan Alexa Avegaf berdiri di persimpangan jalan pusat kota. Sebagai polisi lalulintas aku merasa gagal dengan khasua mr. Miller ini. Aku tau ia berkebangsaan Australia, tetapi yang sampai sekarang menganggu pikiranku hanyalah, mengapa mereka berdua selalu berdiri di sana, tanpa makan dan tanpa minum. Hanya bermesraan, kadang menangis, kadang tertawa seperti ada yang lucu.

Aku tau kalau mereka berdua anggota sirkus yang bangkrut dan akhirnya menjadi gelandangan yang tidak mempunyai rumah, sampai-sampai mereka tak pernah pergi dari persimpangan jalan itu. Tak lupa juga berita kalau Alexa Avegaf sebenarnya adalah laki-laki yang melakukan operasi pelastik menjadi wanita, hanya karena Alex adalah seorang Gay.

Hidup mereka terlalu rumit, terlalu menyedihkan. Tetapi mereka masih bisa berbahagia di jalanan. Di masa jayanya setahun yang lalu, aku ikut kecipratan untung. Aku masuk di media cetak dan televisi karena menjadi narasumber mereka.

Bahkan ada yang mengutarakan ide untuk membangun patung Alex dan Alexa di persimpangan jalan itu setelah mereka meninggal dunia. Dan kisah mereka mengisfirasi para Gay yang tak ingin di anggap 'Gay'. Jadi setiap pasangan Gay di Ohio, salah satunya akan melakukan operasi pelastik dan bertransformasi menjadi wanita jadi-jadian.

Karena kehidupan mereka yang syarat makna dan menginspirasi banyak orang, aku pun sampai tak tega mengusir mereka dari sana. Lagi pula, orang-orang melarangku untuk melakukannya.

Jadi yang sekarang kulakukan adalah melaksanakan tugasku tanpa memperdulikan mereka, anggap saja mereka sepasang patung Romeo dan Juliet.



8. Gilda

Stress! Lama-lama aku bisa terkena gangguan mental, tekanan batin dan berubah sinting. Mungkin seusai masalah ini, aku akan mengambil cuti atau bahkan mengundurkan diri, aku tidak sanggup lagi bekerja di rumah sakit mental, mentalku ikut-ikutan di grogoti.

Ini semua karena Alex Miller dan Alexa avegaf, pasienku yang kabur ke Ohio! Bayangkan mereka bisa kabur sejauh itu, dari rumah sakit mental di Australia! Mereka sinting! Dan sebentar lagi aku akan ikutan sinting!

Awalnya hanya Alex yang tiba-tiba menghilang dari rumah sakit mental itu, lalu beberapa hari kemudian Alexa yang selalu berperan menjadi kekasihnya ikut menghilang entah kemana. Mereka berdua hilang selama setahun dan aku yaris memotong urat nadiku sendiri, karena kalau sampai mereka tidak di ketemukan, aku akan di pecat.

Aku bersumpah kedua bola mataku hampir menggelinding keluar dari pelupuknya begitu aku membaca koran lama dari Ohio.

Pasien ku terkenal bahkan menjadi artis! 2 orang yang bahkan tidak mengerti 1 + 1 itu berapa, menjadi artis terkenal! Bayangkan! Namanya terpampang di semua koran dan televisi!

Entah orang dungu mana yang mempercayai berita simpang siur tentang mereka berdua. Kisah inspiratif atau apalah itu. Fuck! Mereka sinting!!! Tidak waras!! Gilaa!!

Bahkan mereka memuja-muja gelang yang di pakai mereka berdua! Tanpa tau kali Itu adalah gelang yang di pakai semua pasien di rumah sakit jiwa tempatku bekerja. Dan aku nyaris pingsan ketika mengetahui ada yang membuat gelang itu dan memperjual belikannya.

Setelah mendaratkan kedua kakiku di Ohio. Tanpa berlama-lama lagi, Aku langsung mendatangi persimpangan jalan itu, menjewer kedua telinga mereka. Mereka meringis kesakitan sambil bergelayut manja di tanganku seperti biasanya.

Seorang polisi langsung menghampiriku dengan wajah tidak mengenakan. Ingin rasanya aku melemparkan sesuatu ke wajahnya. "Maaf nyonya, apa yang terjadi di sini?" Tanyanya. Dan tepat ketika aku baru ingin menjawab, aku baru mengadari kalau orang-orang memandang ke arahku dengan sinis, bahkan mendekatiku.

"Aku hanya ingin membawa 2 pasienku pulang!" Bentaku kesal, aku lelah dan aku kesal setengah mati. Jadi jangan salahkan aku jika aku mengamuk.

"Pasien?" Sebelah alisnya terangkat seperti ragu dan bingung.

"Iya Sir, Mr. Miller dan Mrs. avegaf adalah pasienku. Pasien rumah sakit mentalku yang hilang selama setahun ini."

Aku tidak tau apa yang terjadi, tetapi sepertinya semua orang langsung jatuh pingsan begitu mendengar jawabku.

Dan aku tidak peduli, tugasku hanya mengantar mereka pulang! Ya, 2 orang sinting itu.

Thursday, February 19, 2015

Di hentikan

Gila.

Apa yang kalian pikirkan tentang satu kata itu? Orang-orang yang mendekam di rumah sakit jiwa? Orang-orang yang tidak punya pikiran? Atau bahkan orang yang telanjang di pinggir jalan? Entahlah. Aku menganggapnya gila. Si nenek tua yang mengenakan daster compang-camping yang kini di kerubuni orang-orang seperti tontonan gratis. Kalau kalian pikir nenek tua itu sedang beratraksi atau bersandiwara, kalian semua salah atau mungkin benar. Tidak ada yang tau mengapa nenek tua itu berada di tengah jalan dan berteriak. Ya.. Ia sedang berteriak-teriak seolah kerasukan mahluk halus. Berteriak seperti orang gila. Tapi aku menelan asumsi itu bulat-bulat, karena yang ia teriakan hanya satu hal yaitu ; "Berhenti!"

Awalnya ku kira ia hanya seorang nenek tua yang sedang meregang nyawa dan berteriak untuk meminta pertolongan. Tetapi semakin aku mendekati kerumunan itu, semakin jelas kalau yang ia teriakan adalah "Berhenti" bukan "Tolong". Lalu saat aku mengira ada yang sedang mengganggunya atau ingin menyakitinya, ternyata aku salah lagi. Semua orang, bahkan pedagang-pedagang asongan kaki lima di sana hanya memperhatikan tingkah nenek tua itu. Jadi sebenarnya ia kenapa? Gila?

Tiba-tiba saja nenek tua itu mendekati seorang tante dengan gincu semerah darah dan gelang-gelang emas di tangannya. Pakaian mininya membuatku menyimpulkan kalau ia adalah pekerja sex atau simpanan para pejabat bejat. "Berhenti!" Teriak nenek itu tepat di hadapan si tante. Tentu saja tante itu langsung terusik, ia lantas membuang muka sambil mendumal, "Dasar orang sinting."

Seperti tidak mendengar—lebih tepatnya tidak peduli—nenek itu lantas beralih pada Pria paruh baya yang kedua tangannya sibuk, yang kanan menggenggam tangan istrinya dan yang kiri menggenggam sebuah ponsel di telinga. "Berhenti!" Teriaknya lagi. Aku bisa melihat wajah kesal Pria itu. Berhenti apa? Berhenti menelpon? Kau pikir kau siapa? Kira-kira seperti itulah yang tersirat dari wajahnya.

Aku menggeleng sambil berdecak. Mungkin ia memang gila. Hanya orang gila yang mencari perhatian halayak ramai. Ini membuang waktu saja, jadi kuputuskan untuk beranjak pergi. Tetapi tiba-tiba saja nenek itu berlari ke arahku dengan wajah gusar, marah, kecewa, entahlah aku tak bisa menafsirkannya. Kupandangi dirinya, keriput dimana-mana, gigi palsu yang menguning seperti tak pernah di bersihkan, dan ia sama sekali tak memakai alas kaki. Nenek tua berteriak, "Berhenti!" Akupun mematung. Berhenti? Berhenti melangkah maksudnya? Berhenti agar aku tak pergi? Aku pun berdecak kesal ketika nenek tua itu berlari ke arah kerumunan di sebelah barat. Dia menarik seorang wanita berparas cantik, tubuh tinggi semampai, dan rambut hitam ikal panjang yang terlihat seperti model-model iklan shampoo. Aku iri sekali dengan rambutnya itu.

"Berhenti! Aaakhhh!" Nenek itu langsung mendorong si wanita cantik hingga tubuhnya menabrak seseorang di belakang dan tangannya yang berusaha mencari pegangan, justru mendorong samping kanan kirinya. Rambutnya copot, terjatuh ke tanah. Astaga! Dia botak! Itu hanya rambut palsu!

Seorang pelajar SMA yang masih mengenakan seragamnya terdorong tidak sengaja menyenggol bapak-bapak beristri tadi hingga telepon genggamnya terjatuh. Entah apa yang terjadi, hingga suara ponsel yang terjatuh tadi mengeras, sangat keras hingga aku dan yang lainnya bisa mendengar suara si penelpon.

"Sayang, apa yang terjadi sih?" Suara itu yang terdengar hingga membuat si bapak panik setengah mati. Istrinya langsung melayangkan tamparan kearah pipi suaminya dan berlari menerobos kerumunan di kejar bapak-bapak tadi setelah ia berdecak, "Keparat!". Seorang penjual minuman keliling sampai terdorong dan tidak sengaja menumpahkan dagangannya ke tangan tante berdempul tebal tadi, seluruh perhiasannya langsung luntur, warna emas berkilau tadi berubah jadi warna perak dan hitam.

"Maaf nyonya, maaf." Yang di mintai maaf langsung kabur menahan malu. Kini semua orang sibuk berbisik satu sama lain, membicarakan apa yang barusan terjadi. Peristiwa mengejutkan yang langsung membuat semua orang syok mendadak. Sementara aku membeku di tempat. Ku arahkan pandanganku kesekeliling. Tapi nenek tua tadi tak kelihatan batang hidungnya. Dia lenyap, menghilang seperti di telan bumi. Dan kini orang-orang pun memandang kearahku.

Apa? Ada apa denganku?

Saturday, February 14, 2015

Mau menjadi sinting?

Aku tau ada hal yang lebih gila dari meminum pembunuh hama atau menyayat urat nadimu sendiri dengan pisau. Atau juga berbaring di atas rel kereta ketika sebentar lagi Kereta akan melintas. Aku tau, kalian tau, kita semua tau. Dan aku benci dengan hal itu. Karena semua orang membicarakannya, memujanya bagaikan tuhan. Mengangung-angungkannya seolah hal itu tak bisa membunuh. Padahal ia bisa! Bisa! Percayalah padaku. Bahkan efek sampingnya lebih dasyat dari narkoba. Ya, walaupun aku sendiri belum pernah mencoba barang haram itu. Tapi aku pernah mencoba yang satu itu, iya yang itu!

Sini.. Sini.. Biarku beritahu. Saat kau mencicipinya. Kau akan merasa seperti melayang ke langit ke 7—eh mungkin ke langit ke 10, pokoknya tinggi sekali. Lalu kau akan berhenti melayang, lalu menari-nari di atas gumpalan awan. Banyak burung-burung, bahkan kau mungkin melihat malaikat seperti sudah berada di alam lain. Et! Tapi tunggu dulu, aku tau setelah kau mendengar penuturanku itu kau malah terbuai, ingin mencoba? Hahaha, kalau kau berotak ku sarankan jangan! Apalagi kalau kau tak punya nyali. Kau tau narkoba? Ini lebih paran dari itu! Coba garis bawahi kalimatku tadi. Lalu camkan baik-baik di dalam benak mu. Lagi pula aku belum selesai berbicara! Tahan napsumu itu.

Biar ku lanjutkan. Setelah kau melihat malaikat-malaikat itu. Kau akan di bawa terbang lebih jauh lagi, mungkin kau akan melewati syurga. Kau bisa menyapa warga di sana. Apa? Gila? Ini tidak gila! Aku sudah pernah merasakannya. Apa? Mati? Tidakk! Aku belum pernah mati. Tadi kan kubilang "seperti", ya aku tau perandaianku buruk. Tapi kurang-lebihnya begitulah yang kurasakan saat itu. Oke.. Biar kulanjutkan. Setelah aku merasakan berada di angkasa luas, lalu tiba-tiba tubuhku terhempas jatuh. Terjun bebas mengikuti grafitasi. Aku merentangkan tanganku merasa bebas. Dan saat ku kira aku akan melayang lagi. Dugaanku justru meleset! Tololnya tak ada yang bisa kulakukan selain pasrah.

Tubuhku bergetar takut, tapi percuma aku tak bisa melakukan apapun selain berharap akan terbang—atau paling tidak tersangkut di awan—tapi yang kulakukan hanya terus turun.. Dengan kecepatan yang, entahlah. Aku tidak punya waktu untuk mengitung berapa Km/jam aku terjun. Yang pasti saat itu aku takut! Aku takut mati! Aku takut sekali! Apa? Minta tolong? Minta tolong malaikat menjemputku maksudmu? Tak ada seorangpun di situ, hanya aku. Ya.. Aku sendirian. Burung-burung tadi bahkan menghilang entah kemana. Detik itu juga aku tau kalau aku akan mati. Dengan segala kepasrahan di benaku tubuhku menghantam tanah dengan sangat kencang. Kretak! Itu suara hatiku yang patah. Aku bisa melihat kepingannya tersebar luas keluar dari dalam ragaku.


Lalu apa yang kurasakan? Aku merasa bodoh! Tolol! Sinting! Aku terbuai terlalu tinggi hingga lupa tempat berpijak. Aku terlalu banyak makan omong kosong hingga perutku di penuhi angin yang akhirnya menerbangkanku tinggi. Terlalu banyak juga memakai hati, hingga saat mendarat hatiku hancur lebur. Kalau ada yang tanya apa aku baik-baik saja? Aku akan menjawab, "apa kalian buta?" Aku jatuh dari ketinggian yang entah seberapa tingginya, dan aku baik-baik saja? Ingatkan aku untuk mendoakan kesehatan mata kalian itu. Karena aku tidak baik-baik saja! Aku marah! Kecewa! Merutuki nasipku karena kebodohanku sendiri. Tolol!!!

Sekarang apa masih ada yang ingin mencoba? Ingin merasakan bagaimana yang kurasakan? Ingin menjadi orang sinting? Jangan! Kubilang jangan! Jangan pernah bermain-main dengan itu. Pokoknya jangan!

Aku benci dengan CINTA, apalagi orang-orang yang bermain-main dengannya. Kalian hina! Tolol! Aakkkhhh!!!

Tuesday, January 20, 2015



Aku menatap layar laptopku untuk yang kesekian kalinya. Hawa dingin merambak, menyeruak kesetiap sudut ruangan kamarku. Memang beginilah keadaan Depok beberapa hari ini, hujan dan juga hawa dingin, toh lama-lama aku terbiasa juga. Sambil menyelesaikan tugas yang hampir menyita waktuku dan juga perhatianku, aku masih saja teringat akan dia.

Orang baru yang dengan lancangnya menyelinap masuk kedalam pikiranku. Bukan.. bukan karena aku menyukainya. Aku hanya bingung bagaimana caranya membuatnya menjauh. Aku sibuk menyeretnya keluar dari kehidupanku tanpa ampun. Salahkah? Dosakah? Di setiap malam di balik bantalku aku selalu berdoa, akan adanya jalan lain sehingga tak perlu ada yang tersakiti.

Aku tertawa sejenak, mengingat betapa bodohnya aku. Dulu aku adalah pejuang cinta yang lelah menunggu. Dulu aku selalu mengidamkan seorang lelaki yang mencintaiku apa adanya. Tapi ketika ia datang, aku malah mendepaknya pergi. Betapa hinanya diriku ini, tak tau diri. Tapi apa boleh dikata? Cinta bukan sebuah barang yang di jual di manapun, Ia langka dan sulit di dapatkan. Tidak, ini bukan masalah uang, apalagi tampang. Aku tak butuh itu. Tapi memang perhatian dan kehangatan itu masih belum mampu menarik perhatian hatiku ini.

Aku bukan orang yang tinggi ataupun menginginkan kemewahan. Aku justru orang yang rendah dan mencintai kesederhanaan. Aku hanya ingin memberitahu satu hal ; Pergi, sebelum lukamu semakin dalam.

Hembusan napas kembali keluar dari bibirku. Kembali kuketik berlembar-lembar tugasku. Ku kencangkan pula genggamanku pada selimut-selimut yang tetap setia memberikan kehangatan tubuhku, tapi nampaknya belum mampu mencairkan hatiku. Ia masih membeku, menunggu orang yang tepat untuk menyelimutinya. Dengan penuh terimakasih akupun berkata ; itu bukan kamu.

Depok, 20 januari 2015.



Sunday, January 18, 2015

Wanita jahat

Biarlah aku mematahkan sayapmu, harapanmu dan menghilangkan arah tujuanmu
Biarlah aku menutup matamu, menghilangkan cahayamu dan merampas habis milikmu
Biarlah aku membuatmu terjatuh, terkubur dan membusuk di dalam keterpurukan

Ada hati menangis bak tak pernah di inginkan
Aku membiarkan patahan kayu mencabiknya bagaikan membunuh
Karena napsu hanyalah alasan semu yang tersisa
Dan aku bukan malaikat baik hati pemberi rasa.

Biarkan aku pergi, menenggelamkan semua asa
Aku tak butuh tangisanmu tuan
Karena sesungguhnya pelangi datang setelah badai
Dan aku adalah petir pembawa luka

Mendengar tangis mu membuatku tersenyum pahit
Luka tumbuh karena cinta, cinta tumbuh menghasilkan luka
Karena jika aku tetap tinggalpun, hatimu akan jauh lebih pedih
Dan aku adalah wanita jahat yang akan pergi.

Jadi biarkanku pergi tuan
Kupastikan, kutakan kembali

Wednesday, January 7, 2015

akhir penantian

Aku kembali menapaki jalan ini
Jalan berlubang pembuat pilu
Ini lembar terakhir dari kisah menunggu
Mungkin kan kubiarkan air mataku berhenti sejenak
Kan kubiarkan juga hembusan angin membasuh luka
Biarlah, biarlah langkah ini tak berujung
Dan biarlah rindu menjadi satu-satunya saksi.
Bagaimana aku lelah menunggu.