Thursday, February 19, 2015

Di hentikan

Gila.

Apa yang kalian pikirkan tentang satu kata itu? Orang-orang yang mendekam di rumah sakit jiwa? Orang-orang yang tidak punya pikiran? Atau bahkan orang yang telanjang di pinggir jalan? Entahlah. Aku menganggapnya gila. Si nenek tua yang mengenakan daster compang-camping yang kini di kerubuni orang-orang seperti tontonan gratis. Kalau kalian pikir nenek tua itu sedang beratraksi atau bersandiwara, kalian semua salah atau mungkin benar. Tidak ada yang tau mengapa nenek tua itu berada di tengah jalan dan berteriak. Ya.. Ia sedang berteriak-teriak seolah kerasukan mahluk halus. Berteriak seperti orang gila. Tapi aku menelan asumsi itu bulat-bulat, karena yang ia teriakan hanya satu hal yaitu ; "Berhenti!"

Awalnya ku kira ia hanya seorang nenek tua yang sedang meregang nyawa dan berteriak untuk meminta pertolongan. Tetapi semakin aku mendekati kerumunan itu, semakin jelas kalau yang ia teriakan adalah "Berhenti" bukan "Tolong". Lalu saat aku mengira ada yang sedang mengganggunya atau ingin menyakitinya, ternyata aku salah lagi. Semua orang, bahkan pedagang-pedagang asongan kaki lima di sana hanya memperhatikan tingkah nenek tua itu. Jadi sebenarnya ia kenapa? Gila?

Tiba-tiba saja nenek tua itu mendekati seorang tante dengan gincu semerah darah dan gelang-gelang emas di tangannya. Pakaian mininya membuatku menyimpulkan kalau ia adalah pekerja sex atau simpanan para pejabat bejat. "Berhenti!" Teriak nenek itu tepat di hadapan si tante. Tentu saja tante itu langsung terusik, ia lantas membuang muka sambil mendumal, "Dasar orang sinting."

Seperti tidak mendengar—lebih tepatnya tidak peduli—nenek itu lantas beralih pada Pria paruh baya yang kedua tangannya sibuk, yang kanan menggenggam tangan istrinya dan yang kiri menggenggam sebuah ponsel di telinga. "Berhenti!" Teriaknya lagi. Aku bisa melihat wajah kesal Pria itu. Berhenti apa? Berhenti menelpon? Kau pikir kau siapa? Kira-kira seperti itulah yang tersirat dari wajahnya.

Aku menggeleng sambil berdecak. Mungkin ia memang gila. Hanya orang gila yang mencari perhatian halayak ramai. Ini membuang waktu saja, jadi kuputuskan untuk beranjak pergi. Tetapi tiba-tiba saja nenek itu berlari ke arahku dengan wajah gusar, marah, kecewa, entahlah aku tak bisa menafsirkannya. Kupandangi dirinya, keriput dimana-mana, gigi palsu yang menguning seperti tak pernah di bersihkan, dan ia sama sekali tak memakai alas kaki. Nenek tua berteriak, "Berhenti!" Akupun mematung. Berhenti? Berhenti melangkah maksudnya? Berhenti agar aku tak pergi? Aku pun berdecak kesal ketika nenek tua itu berlari ke arah kerumunan di sebelah barat. Dia menarik seorang wanita berparas cantik, tubuh tinggi semampai, dan rambut hitam ikal panjang yang terlihat seperti model-model iklan shampoo. Aku iri sekali dengan rambutnya itu.

"Berhenti! Aaakhhh!" Nenek itu langsung mendorong si wanita cantik hingga tubuhnya menabrak seseorang di belakang dan tangannya yang berusaha mencari pegangan, justru mendorong samping kanan kirinya. Rambutnya copot, terjatuh ke tanah. Astaga! Dia botak! Itu hanya rambut palsu!

Seorang pelajar SMA yang masih mengenakan seragamnya terdorong tidak sengaja menyenggol bapak-bapak beristri tadi hingga telepon genggamnya terjatuh. Entah apa yang terjadi, hingga suara ponsel yang terjatuh tadi mengeras, sangat keras hingga aku dan yang lainnya bisa mendengar suara si penelpon.

"Sayang, apa yang terjadi sih?" Suara itu yang terdengar hingga membuat si bapak panik setengah mati. Istrinya langsung melayangkan tamparan kearah pipi suaminya dan berlari menerobos kerumunan di kejar bapak-bapak tadi setelah ia berdecak, "Keparat!". Seorang penjual minuman keliling sampai terdorong dan tidak sengaja menumpahkan dagangannya ke tangan tante berdempul tebal tadi, seluruh perhiasannya langsung luntur, warna emas berkilau tadi berubah jadi warna perak dan hitam.

"Maaf nyonya, maaf." Yang di mintai maaf langsung kabur menahan malu. Kini semua orang sibuk berbisik satu sama lain, membicarakan apa yang barusan terjadi. Peristiwa mengejutkan yang langsung membuat semua orang syok mendadak. Sementara aku membeku di tempat. Ku arahkan pandanganku kesekeliling. Tapi nenek tua tadi tak kelihatan batang hidungnya. Dia lenyap, menghilang seperti di telan bumi. Dan kini orang-orang pun memandang kearahku.

Apa? Ada apa denganku?

Saturday, February 14, 2015

Mau menjadi sinting?

Aku tau ada hal yang lebih gila dari meminum pembunuh hama atau menyayat urat nadimu sendiri dengan pisau. Atau juga berbaring di atas rel kereta ketika sebentar lagi Kereta akan melintas. Aku tau, kalian tau, kita semua tau. Dan aku benci dengan hal itu. Karena semua orang membicarakannya, memujanya bagaikan tuhan. Mengangung-angungkannya seolah hal itu tak bisa membunuh. Padahal ia bisa! Bisa! Percayalah padaku. Bahkan efek sampingnya lebih dasyat dari narkoba. Ya, walaupun aku sendiri belum pernah mencoba barang haram itu. Tapi aku pernah mencoba yang satu itu, iya yang itu!

Sini.. Sini.. Biarku beritahu. Saat kau mencicipinya. Kau akan merasa seperti melayang ke langit ke 7—eh mungkin ke langit ke 10, pokoknya tinggi sekali. Lalu kau akan berhenti melayang, lalu menari-nari di atas gumpalan awan. Banyak burung-burung, bahkan kau mungkin melihat malaikat seperti sudah berada di alam lain. Et! Tapi tunggu dulu, aku tau setelah kau mendengar penuturanku itu kau malah terbuai, ingin mencoba? Hahaha, kalau kau berotak ku sarankan jangan! Apalagi kalau kau tak punya nyali. Kau tau narkoba? Ini lebih paran dari itu! Coba garis bawahi kalimatku tadi. Lalu camkan baik-baik di dalam benak mu. Lagi pula aku belum selesai berbicara! Tahan napsumu itu.

Biar ku lanjutkan. Setelah kau melihat malaikat-malaikat itu. Kau akan di bawa terbang lebih jauh lagi, mungkin kau akan melewati syurga. Kau bisa menyapa warga di sana. Apa? Gila? Ini tidak gila! Aku sudah pernah merasakannya. Apa? Mati? Tidakk! Aku belum pernah mati. Tadi kan kubilang "seperti", ya aku tau perandaianku buruk. Tapi kurang-lebihnya begitulah yang kurasakan saat itu. Oke.. Biar kulanjutkan. Setelah aku merasakan berada di angkasa luas, lalu tiba-tiba tubuhku terhempas jatuh. Terjun bebas mengikuti grafitasi. Aku merentangkan tanganku merasa bebas. Dan saat ku kira aku akan melayang lagi. Dugaanku justru meleset! Tololnya tak ada yang bisa kulakukan selain pasrah.

Tubuhku bergetar takut, tapi percuma aku tak bisa melakukan apapun selain berharap akan terbang—atau paling tidak tersangkut di awan—tapi yang kulakukan hanya terus turun.. Dengan kecepatan yang, entahlah. Aku tidak punya waktu untuk mengitung berapa Km/jam aku terjun. Yang pasti saat itu aku takut! Aku takut mati! Aku takut sekali! Apa? Minta tolong? Minta tolong malaikat menjemputku maksudmu? Tak ada seorangpun di situ, hanya aku. Ya.. Aku sendirian. Burung-burung tadi bahkan menghilang entah kemana. Detik itu juga aku tau kalau aku akan mati. Dengan segala kepasrahan di benaku tubuhku menghantam tanah dengan sangat kencang. Kretak! Itu suara hatiku yang patah. Aku bisa melihat kepingannya tersebar luas keluar dari dalam ragaku.


Lalu apa yang kurasakan? Aku merasa bodoh! Tolol! Sinting! Aku terbuai terlalu tinggi hingga lupa tempat berpijak. Aku terlalu banyak makan omong kosong hingga perutku di penuhi angin yang akhirnya menerbangkanku tinggi. Terlalu banyak juga memakai hati, hingga saat mendarat hatiku hancur lebur. Kalau ada yang tanya apa aku baik-baik saja? Aku akan menjawab, "apa kalian buta?" Aku jatuh dari ketinggian yang entah seberapa tingginya, dan aku baik-baik saja? Ingatkan aku untuk mendoakan kesehatan mata kalian itu. Karena aku tidak baik-baik saja! Aku marah! Kecewa! Merutuki nasipku karena kebodohanku sendiri. Tolol!!!

Sekarang apa masih ada yang ingin mencoba? Ingin merasakan bagaimana yang kurasakan? Ingin menjadi orang sinting? Jangan! Kubilang jangan! Jangan pernah bermain-main dengan itu. Pokoknya jangan!

Aku benci dengan CINTA, apalagi orang-orang yang bermain-main dengannya. Kalian hina! Tolol! Aakkkhhh!!!