Saturday, November 23, 2013

Perbedaan

sejak 5 menit yang lalu kita memang hanya duduk bersebelahan tanpa berpandangan ataupun berbicara. tetapi pertanyaanku yang ku lontarkan 1 menit yang lalu, nampaknya menambah perpanjangan waktu yang sunyi ini. dika masih saja memandangi langit yang kosong, tak ada 1 bintangpun di sana. bahkan bulanpun tak ada.

"kenapa tuhan memberikan berbagai warna pada pelangi?" pertanyaan yang sudah kulontarkan 1 menit yang lalu tak kunjung di jawab oleh dika. padahal aku bertanya untuk mengusir keheningan yang menjambangi kita sejak tadi tapi sepertinya tak berhasil.
"karena perbedaan itu indah." Jawab dika dengan wajah yang sangat serius
"Coba aja kamu lihat, apakah akan indah jika hanya ada 1 warna? Apakah akan semenarik itu jika hanya 1 warna saja?" Lanjutnya menjelaskan.
Aku memandangi wajahnya dengan tatapan tegar. Mungkin dika tau apa maksud pertanyaanku itu.
"Kalau perbedaan itu indah, mengapa semuanya terasa menyakitkan dik?"

Dika terdiam, cukup lama. Ia memandang ke arahku. Tepat ke arah mataku. Berbeda memang tak pernah ada salahnya, lalu apa yang salah? Kenapa semuanya terasa sangat menyakitkan?

"Karena ini baru awal den, tak akan ada pelangi sebelum ada hujan. Tak akan ada bintang sebelum langit menjadi gelap."
"Lalu kapan kisah ini berakhir bahagia?"
Dika terdiam lagi...

"Aku gak tau, tapi takdir tau. Jadi tanyakan saja pada takdir."

Aku tersenyum dan berhenti bertanya. Aku tak mau membuat Dika kebingungan lagi. Aku rasa semuanya jelas. Tidak pernah ada jawabannya "mengapa ini menyakitkan?." Tapi aku yakin, jika setelah hujan aja akan ada pelangi. Berarti setelah perjuangan ini pasti akan ada kebahagiaan.

Dika bangkit dari tempat duduknya, begitu juga aku. Kita berjalan ke arah utara dengan saling tersenyum dan bertatapan. Tangan Dika masih erat memegang tanganku. Hingga genggaman itu terlepas di ujung jalan. Dika melambaikan tangganya lalu berjalan menjauh, kalung Salib yang tergantung di lehernya berayun karena gerakan tubuh Dika. Sedangkan aku, sibuk merogoh tasku, mencari-cari tasbih dan bersiap untuk ibadah, sama seperti Dika.

Aku sendiri

Pagi ini aku berjalan melewati ruang kelas mu, sepi sama seperti biasanya. Aku memang datang lebih pagi hari ini, aku hanya ingin menghindar sebelum kamu yang menghindar. Aku tak tau ada apa dengan kita. Hmmm.. Beraninya aku menyebut kamu dan aku adalah kita. Maaf, tapi aku mulai merasa kata itu kini melekat pada kamu dan juga aku.

Sepertinya pertemanan kita sedang di uji... Astaga betapa benci ya aku menyebut kata itu. Hanya teman tidak pernah tepat untuk kita? Paling tidak setelah orang-orang tau bagaimana "kita" yang sesungguhnya. Aku tidak pernah percaya setiap kata "sayang" atau "suka" yang kamu ucapkan. Seperti hanya sebuah tambahan saja. Pelengkap yang tak memiliki arti yang pasti. Tapi apa kamu tau? Aku selalu tersenyum setiap kali mendengar kata itu.

Kita tidak bertengkar. Terapi mengapa ada jarak di antara kita? Tidakkah kamu tau, aku membutuhkan mu--rindu lebih tepatnya. Dulu, tidak pernah ada hatiku yang terlewatkan tanpa kamu. Segalanya, seperti segalanya aku lakukan bersamamu. Atau aku memang tak bisa tanpa mu. Dulu, tawa kita adalah satu. Bahagia kita adalah bersama. Pertengkaran kita adalah penguat. Tapi kini, aku merasa sangat jauh... Sangat jauh. Apa yang salah?

Aku melangkah melewati tangga. Sial,! Aku semakin dekat dengan kelas mu. Aku hanya tidak ingin melihatnya. Tidak hari ini. Tetapi kamu ada di sana. Sebisa mungkin aku berdoa agar kamu tak melihatku. Tapi sial! Mata kita saling bertemu. Aku melemparkannya sebuah senyuman padamu. Senyum rindu, senyum cinta, entah apa namanya itu, yang jelas aku melontarkannya dari dalam hati.

Aku terdiam menunggu reaksi mu. Tapi kamu hanya diam, tersenyum pun tidak. Bahkan tiba-tiba saja kamu meninggalkanku. Apa yang salah?
Aku kembali melanjutkan langkahku dengan air mata yang tiba tiba saja mengalir di pipiku. Aku menoleh, tak ada siapapun. Kini aku sadari, aku sendiri.

Merindukan lagi

     Aku merindukan mu lagi. Entah seberapa bodoh diriku ini. Tak tau diri, merindukan orang yang telah menjalani hidupnya dengan orang lain. Tapi aku rindu! Jangan salahkan aku. Aku sendiri tak ingin merindukan mu. Aku tak suka saat kenangan kita datang menghantui. Aku tak suka saat memandangmu dan mengingat bagaimana kita dulu. Aku tak suka, Tapi Aku biasa apa.
     Aku bisa apa selain merindukan mu? Aku bisa apa selain mengingatmu?aku bisa apa selain memandangmu?
Aku ingin menjadi dia. Melakukan segalanya untukmu. Aku mau! Tapi aku bisa apa?
Izinkan aku merindukan mu hanya untuk hari ini. Izinkan aku kembali mencintaimu dalam diam.