Tuesday, January 20, 2015



Aku menatap layar laptopku untuk yang kesekian kalinya. Hawa dingin merambak, menyeruak kesetiap sudut ruangan kamarku. Memang beginilah keadaan Depok beberapa hari ini, hujan dan juga hawa dingin, toh lama-lama aku terbiasa juga. Sambil menyelesaikan tugas yang hampir menyita waktuku dan juga perhatianku, aku masih saja teringat akan dia.

Orang baru yang dengan lancangnya menyelinap masuk kedalam pikiranku. Bukan.. bukan karena aku menyukainya. Aku hanya bingung bagaimana caranya membuatnya menjauh. Aku sibuk menyeretnya keluar dari kehidupanku tanpa ampun. Salahkah? Dosakah? Di setiap malam di balik bantalku aku selalu berdoa, akan adanya jalan lain sehingga tak perlu ada yang tersakiti.

Aku tertawa sejenak, mengingat betapa bodohnya aku. Dulu aku adalah pejuang cinta yang lelah menunggu. Dulu aku selalu mengidamkan seorang lelaki yang mencintaiku apa adanya. Tapi ketika ia datang, aku malah mendepaknya pergi. Betapa hinanya diriku ini, tak tau diri. Tapi apa boleh dikata? Cinta bukan sebuah barang yang di jual di manapun, Ia langka dan sulit di dapatkan. Tidak, ini bukan masalah uang, apalagi tampang. Aku tak butuh itu. Tapi memang perhatian dan kehangatan itu masih belum mampu menarik perhatian hatiku ini.

Aku bukan orang yang tinggi ataupun menginginkan kemewahan. Aku justru orang yang rendah dan mencintai kesederhanaan. Aku hanya ingin memberitahu satu hal ; Pergi, sebelum lukamu semakin dalam.

Hembusan napas kembali keluar dari bibirku. Kembali kuketik berlembar-lembar tugasku. Ku kencangkan pula genggamanku pada selimut-selimut yang tetap setia memberikan kehangatan tubuhku, tapi nampaknya belum mampu mencairkan hatiku. Ia masih membeku, menunggu orang yang tepat untuk menyelimutinya. Dengan penuh terimakasih akupun berkata ; itu bukan kamu.

Depok, 20 januari 2015.



Sunday, January 18, 2015

Wanita jahat

Biarlah aku mematahkan sayapmu, harapanmu dan menghilangkan arah tujuanmu
Biarlah aku menutup matamu, menghilangkan cahayamu dan merampas habis milikmu
Biarlah aku membuatmu terjatuh, terkubur dan membusuk di dalam keterpurukan

Ada hati menangis bak tak pernah di inginkan
Aku membiarkan patahan kayu mencabiknya bagaikan membunuh
Karena napsu hanyalah alasan semu yang tersisa
Dan aku bukan malaikat baik hati pemberi rasa.

Biarkan aku pergi, menenggelamkan semua asa
Aku tak butuh tangisanmu tuan
Karena sesungguhnya pelangi datang setelah badai
Dan aku adalah petir pembawa luka

Mendengar tangis mu membuatku tersenyum pahit
Luka tumbuh karena cinta, cinta tumbuh menghasilkan luka
Karena jika aku tetap tinggalpun, hatimu akan jauh lebih pedih
Dan aku adalah wanita jahat yang akan pergi.

Jadi biarkanku pergi tuan
Kupastikan, kutakan kembali

Wednesday, January 7, 2015

akhir penantian

Aku kembali menapaki jalan ini
Jalan berlubang pembuat pilu
Ini lembar terakhir dari kisah menunggu
Mungkin kan kubiarkan air mataku berhenti sejenak
Kan kubiarkan juga hembusan angin membasuh luka
Biarlah, biarlah langkah ini tak berujung
Dan biarlah rindu menjadi satu-satunya saksi.
Bagaimana aku lelah menunggu.