Thursday, April 30, 2015

Cuma unek unek

Tuan, aku menunggu sang waktu memberikan kesempatan untukku
Untuk melukis senyum di harimu
Untuk menemani duka di kelabumu
Untuk memberi cahaya di gelapmu
Bilamana aku pantas Tuan. Aku ingin melakukannya setiap saat
Mengeratkan jemarimu di sela jemariku saat hujan
Menerpa angin malam bersama
Dan yang terpenting, bahagia.

Tapi lihatlah Tuan.
Aku di sini hanya berdiri menghela napas
Sesak saat melihat ada tangan lain yang berada di tanganmu
Menyadari bahwa aku memang tidak pernah pantas
Tangganku mungkin tidak pernah pas di sela jemarimu
Hayalanku terlampau tinggi hingga tak ada pijakan
Padahal yang ku butuh hanya satu, bahagia.

Dan yang kusadari hingga detik ini, kaulah bahagiaku.

Wednesday, April 29, 2015

Aku ingin di persilahkan

Ingin sekali aku mengundangmu memasuki rumahku yang hampa, berdebu dan usang.
Namun tak ku sangka derajatmu menjulang tinggi menjauhiku.
Padahal telah kusiapkan sofa empuk dengan bantalan kapuk untuk kau duduki, tepat di sampingku
Lalu saat kusadari kau tak ingin masuk, maka akulah yang pergi ke rumahmu
Kau memang membuka pintu, namun hanya sejengkal agar kau bisa melihat siapa di depan.
Aku tersenyum dengan tatapan penuh harap
Peluh di keningku tak kuhiraukan sehabis menempuh perjalanan jauh
Aku ingin masuk, bercengkrama dan meminum secangkir teh hangat bersamamu
Berusaha mengganti senja yang kulalui seorang diri dalam naungan rindu
Satu jam aku menunggu reaksimu, tapi aku hanya bisa melihat manik matamu dan mendengar deru napasmu yang beradu dengan pintu
Aku masih menunggu, menunggu agar di persilahkan masuk
Menunggu sang tuan rumah yang mengajakku masuk
Ku hela napas panjang mencoba menahan emosi di benak terdalam
Menengadahkan kepala dan tersenyum mencoba menahan air mata
Namun sang tuan rumah masih terdiam di sana
Mengintip di cela pintu tanpa kata
Aku mematung, mungkin yang sekarang harus kulakukan adalah menyiapkan hatiku
Karena hanya tinggal menunggu waktu, sebelum pintu itu kembali tertutup
Dan aku? Aku akan menikmati senja yang kesekian seorang diri, lagi dan lagi.

Monday, April 20, 2015

Jika memang tak bisa bersama, jangan beri harapan
Jika memang tak ingin di cinta, berhenti melakukan yang kau lakukan sekarang
Jika memang bukan aku, relakan aku pergi

Sunday, April 19, 2015

gak jelas maap

Sekarang bagaimana? Puas melihatku menangis? Puas membuat hidupku kacau? Sudah puas?
Lalu aku harus bagaimana? Harus bagaimana lagi untuk melupakanmu? Karena sungguh aku tak bisa. Tak peduli berapa tangis yang kau buat. Seberapa kacaunya aku tanpa mu. Aku tetap tak bisa. Jadi kumohon, berhenti.

Thursday, April 16, 2015

gak tau deh

Sayang, kukira banyaknya persamaa membuat kita satu.
Tapi tak pernah ku sangka, kamu adalah minyak sedangkan aku air
Kamu adalah air, sedangkan aku api
Kamu adalah terik, dan aku adalah hujan
Sayang, ternyata kita memang tak bisa bersatu, meski jalan kita searah.

Tuesday, April 14, 2015

tulisan asal di malam kelam penuh rindu

Kurasa aku sudah kehabisan kata-kata untuk meyakinkanmu.
Tapi yang sebenarnya kupikirkan adalah pikiranmu, apa yang ada di sana, apa yang sedang kau pikirkan, apa yang kau tulis tentangku di sana?
Kalau aku mengatakan, "aku sungguh serius." Mungkin takan ada gunanya, aku tau.
Tapi semua yang kulakukan, apa itu tak juga ada gunanya? Tak juga meyakinkanmu?

Mari bertaruh.
Kuyakini tak ada yang mencintaimu seperti aku. Yang rela walau sakit sekalipun.
Yang terbangun jam 2 pagi, karena tidak tenang dengan keadaanmu.
Yang menarikmu dan berkata, "pulanglah, kau tak harus menetap."
Yang memperhatikanmu dari jauh.
Yang tak bisa tidur sebelum mendapatkan kabar darimu.

Aku tau kalau aku berlebihan, setidaknya coba sebutkan 1 nama saja. Nama seorang perempuan yang menyayangimu seperti aku.
Yang bisa membuatku yakin kalau aku melepasmu untuk orang yang tepat. Maka jika ada, aku akan mundur teratur.
Karena bagiku cinta bukan medali atau penghargaan yang harus di dapat. Bagiku, kau bahagia sudah lebih dari cukup. Aku bersungguh-sungguh.
Jika kau ragu, lantas apa lagi yang membuatku bertahan sejauh ini, selain senyummu?

Meski aku lebih ingin kau bahagia karenaku, tapi apalah dayaku ini sayang?
Sekarang, sebelum 1 nama itu terucap. Kuminta agar kau percaya padaku
Percaya kalau aku sungguh menyayangimu dan akan begitu sampai waktu yang bahkan tak berujung
Percaya bahwa aku mampu menjagamu, walau dari jauh.

Dan sejujurnya, aku ingin kau melakukan hal yang sama.
Di sini, mendekapku. Meyakiniku kalau bukan aku satu-satunya yang merindu.



P.s anjir gue ngomong apa ini? Ngaco banget haha

Sunday, April 5, 2015

Mencintai Luka




Aku mencintai luka.. Ya.. Aku cinta dengan luka.
Aku tak pernah menyianyiakannya. Setiap goresnya selalu kutampung.
Ku kumpulkan satu persatu, lalu aku membawanya kemanapun aku pergi.
Aku menutupinya dengan selembar kain, seolah tak ingin membagianya dengan yang lain.
Menjaganya seperti sesuatu yang rapuh.
Menggendongnya seperti seorang bayi mungil.
Dimanapun aku, di situ ada luka.
Temanku hanya luka—paling tidak itu yang aku tau.
Aku menyukai luka lebih dari apapun, lebih dari serial tv kesukaanku, lebih dari kucing berbulu tebal kesayanganku, atau lebih dari rasa sukaku pada dunia.
Aku lebih suka luka! Aku mencintainya. 
Lambat laun, luka itu semakin banyak, semakin berat.
Kain pembungkusnya sudah tak lagi muat untuk menutupinya.
Langkahku kian lambat karena beratnya beban yang kuangkat.
Sampai akhirnya aku menyerah.
Aku duduk di taman yang sedang kulakui, kubuka kain penutup itu dan meletakkannya di tanah.
Aku menatap orang-orang dengan tatapan minta tolong, tapi tak ada yang melihat kearahku—ada, tapi tidak peduli.
Saat aku berteriak minta tolong pun, tak ada yang membantuku.
Padahal aku hanya butuh satu atau dua orang untuk membantuku untuk membawa sebagian lukaku ini, tapi nyatanya, tak ada yang mendekat—malah menjauh.
Dengan desahan putus asa dan senyuman di bibirku, aku memeluk luka-lukaku.
Karena aku tau, hanya luka yang ada di sampingku, saat tak ada satu orang pun yang peduli.
Aku mencintai luka, ya.. Aku mencintai luka