Tuesday, May 27, 2014

Kamu lagi

            Jika ada yang bertanya bagaimana kabarku, aku akan menjawab "baik". tetapi jika ada yang bertanya tentang perasaanku, tentunya aku akan menjawab sebaliknya. Sudah setengah jam aku menunggumu di salah satu restoran cepat saji di bilangan Depok, Jawa Barat. Tapi tak ada tanda-tanda kehadiranmu sejak tadi.
          Hujan memang sempat mengguyur habis kota belimbing ini, itulah sebabnya aku memaklumi keterlambatanmu dan tetap menunggu. Tetapi butiran air langit itu sudah menghilang sejak 10 menit yang lalu, tetapi kamu tak juga datang.
           Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku untuk yang ke sejuta kalinya, lama-lama aku berubah kesal mendengar suara di setiap pergeseran detik jam ini. Pelayan berpakaian hitam putih itu sudah 3 kali menanyakan "Sudah ada yang ingin di pesan?", mungkin ia sudah bosan mendengar jawaban, "Tunggu sebentar" dariku.
        Dimana sebenarnya kamu berada? ponselmu mati dan mungkin saja pemiliknya juga mati. terkadang aku bosan terlihat murahan seperti ini, selalu mau di ajak pergi tetapi selalu aku yang menunggu kehadiranmu. Sekarang aku tak bisa lagi membedakan yang mana bodoh dan yang mana cinta, semuanya terlihat sama saja.
        Aku membenarkan posisi kacamataku ketika seorang pria basah kuyub membuka pintu restoran. Aku tak bisa melihat jelas siapa itu, karena cacat mataku yang sialan ini. Hingga akhirnya pandanganku sudah dapat terfokus, tapi sayangnya pria itu bukanlah seseorang yang sudah kutunggu sejak tadi. oh astaga! dimana sih dia? bukankah laki-laki itu yang mengajakku pergi?
      Pelayan berpakaian putih hitam itu mendekatiku lagi, kali ini aku menyerah. Akhirnya aku pun memesan minuman, "2 coklat panas ya.", pelayan itu pun segera mencatat pesananku. "Ada lagi yang ingin di pesan?" tanyanya. Baru saja aku ingin menggelengkan kepala, tiba-tiba saja ponselku bergetar, sebuah pesan singkat. Akupun menggeleng menanggapi pertanyaan pelayan tadi sambil membuka pesan di ponselku.
     Pelayan itu pun berpaling untuk pergi dari mejaku, tetapi aku lantas memanggilnya, membuatnya kembali pada posisi semula. di sampingku, di samping meja bernomer 13. "kenapa mba? ada yang mau di pesan lagi?". Dengan malu aku pun menjawab, "Coklat panasnya satu saja."
          Pelayan itu tersenyum, entah meledek atau mengerti apa yang sedang aku alami. Ya... pesan singkat itu dari Pria sialan yang selalu mempermainkan perasaanku. Setelah lama aku menunggu, dengan seenaknya ia berkata bahwa ia tak bisa datang. Ingin sekali aku menumpahkan coklat panas (yang benar-benar panas) di wajahnya.
           "Bagaimana kalau dua saja, plus teman ngobrol?" Ucap pelayan itu tiba-tiba. Aah!! persetan dengan hari ini, sudah tak jadi bertemu dengan manusia yang sangat ingin ku temui itu, sekarang aku kena "Modus" dari pelayan restoran. Apa lagi yang akan terjadi selanjutnya?
             Akupun memberikan senyuman tidak iklasku kepada pelayan itu, "Terimakasih, satu saja. saya sedang ingin sendiri." mungkin lebih tepatnya, Aku sedang tidak ingin terkena "Modus" lalu terjebak dalam sebuah rasa konyol bernama Cinta, lalu pada akhirnya di kecewakan lagi. Aku memang murah di depan pria itu, selalu mau melakukan apa saja yang ia minta. Tetapi aku bukan wanita bodoh, aku tak akan terjatuh pada kesalahan yang sama.

Monday, May 26, 2014

In my case




I'm bulletproof!
But in this case I'll hurt. There's not because my protection get low
It's just because you're cheating
You used love to be bullet
And now you shoot me, now I'm dying.

Yeah.. I know Romeo always die in all different story about "Romeo and Juliet"
And I knew that Juliet will die too
But in this case I always be your Romeo, I always die in the end
But you? You're mess up the story about "my Romeo and Juliet"
You're alive. Leave me in the darkness hell

Rosses always red
The ocean always blue
But in this case I'm color blind. Not because I'm disabled
Because You're stolen the color of my life, and leave me with black and white

You said that we can be together, as long as we live
But in this case I'm alone.
You're leave me with every fuckin bullshit thing that you said

Now, I think I'm not bulletproof anymore.
Cos you are the one who shoot me






Monday, May 12, 2014

Saat aku menjadi gila



hujan turun lagi, sialnya aku terperangkap di dalam rumah. sungguh aku membenci hujan, kadang ia datang di saat yang tidak tepat, bahkan ia datang membawa kenangan lama. aku benci hujan, sama bencinya seperti aku membenci diriku sendiri yang tak kunjung melupakanmu.

aku turun dari ranjangku. aku menuju cermin yang berada di ruang tengah. rumahku benar-benar sepi, tak ada siapapun saat ini, sama seperti hatiku. aku memandangi wajahku, lalu mengingat kamu lagi. persetan sengan segala kenangan itu. mengapa mereka sangat suka menampakkan diri dan membuatku terus mengingatmu. dan persetan dengan keadaan ini, kesendirian dan juga hujan. aku benci hidup seperti ini.

samar aku melihat wajahku yang bersih tiba-tiba terlihat penuh cream kue di dalam refleksi cermin. oh astaga.! kenangan itu benar-benar membuatku hampir kehilangan akal. aku memandang lebih dalam ke arah cermin. kini aku melihatmu di sana, di sampingku sedang membersihkan wajahmu yang juga berlumuran cream.

tanganku mengepal tanpa sadar. kalau tidak aku tahan rasa kesal ini, mungkin saja aku sudah melukai tanganku dan menghancurkan cermin ini. aku pun memejamkan mata, mencoba kembali ke dunia nyata. kenangan itu nyatanya telah menyeretku kemasa itu, masa SMA bersama dia.

kini semuanya gelap, aku bersyukur keadaan ini lebih baik dari pada saat aku membuka mata. tetapi tiba-tiba aku mendengar suara ; "Kamu sih, kan susah ini ilanginnya." 

Ya Tuhannnn...!!!! aku lantas menutup telingaku lalu menjerit sekencang-kencangnya. aku sudah menetapkan bahwa diriku ini sudah gila.! bisa-bisanya semua ini terjadi. aku benar-benar sudah kehilangan akal.!

akupun segera berlari ke kamar, memeluk guling kesayanganku dengan erat. kalau saja kamu benar-benar ada di sini, pasti aku sudah memelukmu erat, aku juga akan mengatakan hal yang selama ini selalu hatiku teriakkan, "Jangan pergi lagi.".

aku mengatur napas. perlahan namun pasti tanganku merenggang, kini jemariku mulai menjelajah kasur untuk mencari ponsel. aku pun membuka twitter, hal yang selalu aku lakukan jika aku sedang seperti ini. aku memandangi timeline dengan ragu dan juga takut. dan benar saja, nama itu muncul, kekasihmu.!

jemariku yang sialan ini nyatanya menekan layar di atas nama itu, membuat laman di ponselku berubah menjadi profilnya. aku melihat namamu jelas terpampang di sana. sekali lagi jemari tololku menekan layar pada gambar foto avatar kekasihmu. lalu lamannya kembali berubah.

kini air mataku mengalir, aku melihat jelas wajahmu dan wajahnya yang sedang tersenyum menghadap ke kamera. kamu bahagia, sangat bahagia. rasanya seluruh uratku yang tadinya menegang kini perlahan melemas. kamu bahagia. aku pun lantas tersenyum melihatnya.

kini tiba-tiba segala kenangan yang tadinya muncul seperti hantu mulai menghilang. suara itu juga menghilang. suara lebut yang selalu aku rindukan itu menghilang. kini hanya terdengar suara rintikan hujan yang perlahan juga menghilang. maaf atas kebodohanku, ucapku sendiri di depan foto mu, wajahmu.

Saturday, May 10, 2014

kamu, kekasihmu dan aku



Say something, I'm giving up on you

aku sedang terdiam seorang diri di kamar. meresapi lagu yang sejak tadi berputar di ponselku. membayangkan kamu, kamu dan kamu. merindukan saat-saat kita bersama. meratapi juga betapa bodohnya diriku ini.

I'll be the one, if you want me to
Anywhere I would've followed you

lalu aku mengingat kekasihmu, pujaan hatimu. Mungkin ia sudah sangat membeciku, diriku yang tak pernah tau diri. Masih saja aku merindukan kekasih orang. Tak punya malu.! mungkin itu yang akan kekasihmu katakan padaku. tapi sungguh aku tak peduli.

Say something, I'm giving up on you

aku sedikit membayangkan jika ia memintaku untuk menemuinya. kita berdua duduk di depan cafe sepi sore itu. memesan minuman hangat karena cuaca yang dingin, atau lebih tepatnya kita berdua yang membuat atmosfer di sekeliling menjadi dingin.

And I am feeling so small
It was over my head
I know nothing at all

Lalu kita memulai percakapan dengan kalimat pertanyaan canggung seperti, "apa kabar?", "bagaimana dengan sekolahmu?". hingga tak berapa lama, ia mulai mengajukan pertanyaan yang lebih spesifik, tentang rasaku, tentang kamu.

And I will stumble and fall
I'm still learning to love
Just starting to crawl

"Kamu masih mencintainya?" aku pun hanya dapat terdiam memandangi cangkir di depanku. rasanya ingin berteriak. aku tak tau apa yang harus aku katakan. jujur? yang benar saja.!

Say something, I'm giving up on you
I'm sorry that I couldn't get to you
Anywhere I would've followed you
Say something, I'm giving up on you

seperti menunggu jawabanku, ia hanya ikut terdiam. lalu tak lama ia mulai membuka mulut lagi, "Katakan saja, aku tak akan marah." ucapnya. aku tau ia pasti berbohong. tetapi berhubung ia berkata seperti itu. aku pun memberanikan diri untuk mengutarakannya, "Iya." jawabku singkat. hanya satu kata, tetapi sungguh sangat berat di ucapkan, dan aku tau benar, ia juga sama beratnya mendengar kata itu.

And I will swallow my pride
You're the one that I love
And I'm saying goodbye

"Sudah kuduga," ucapnya dengan senyuman yang tak kumengerti apa artinya. "Kenapa? kenapa kamu masih mencintainya?" tambahnya. kini akulah yang tersenyum dengan arti yang bahkan aku sendiri tak tau artinya. "Andai aku bisa jawab." dia tertegun mendengar jawabanku, terkejut, sangat terkejut. "itu pertanyaan yang juga aku tanyakan kepada diriku sendiri setiap hari, hampir setiap saat."

Say something, I'm giving up on you
And I'm sorry that I couldn't get to you
And anywhere I would've followed you 
Say something, I'm giving up on you

"Karena kamu tak pernah benar-benar berusaha melupakan dirinya." ucapnya mulai dengan nada yang meninggi. membuat senyum tanpa artiku semakin mengembang lebar, "kau pikir begitu? kau pikir rasanya tidak lelah terus menunggu? Kau pikir rasanya tidak sakit saat melihat kamu bersamanya? dan kau pikir aku tak ingin melupakannya?" suaraku mulai meninggi di pertanyaan yang terakhir. aku menatap wajahnya, wajah kekasihmu itu. ia benar-benar terkejut, seperti kehabisan kata-kata untuk bertanya ataupun memakiku.

Say something, I'm giving up on you
Say something...

sama seperti diriku, yang kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan betapa aku mencintaimu dan betapa aku ingin melupakanmu. dua hal yang bertolak belakang, namun sama kuatnya di dalam hatiku. aku hanya berharap kamu dan kekasihmu akan mengerti. memahami ketidak tau dirianku..

Say something...



say something by a great big world

Wednesday, May 7, 2014

Curhat ; Novel

Hai semua. Hari ini gue mau curhat-curhatan aja. gue juga gak tau kenapa akhir-akhir ini gue lebih suka nulis-nulis begini haha but blog itu diary online kan? so, gapapa kan kalo gue curhat haha

kali ini gue mau curhat tentang pengalaman gue, tentang tulisan gue, dan tentang novel.
mungkin udah banyak banget ya yang tau kalau gue suka bikin novel dan selalu di tolak penerbit haha. jadi gue mau cerita dari awal, kenapa gue suka nulis.

kenapa gue suka nulis? sebenernya sih, novel itu media gue buat berekspresi. gue orangnya gak ekspresif banget, lebih suka diem atau nyengar-nyengir sendiri. tapi, di dalam novel gue berekspresi. ada nangis, ketawa, marah, kesel, seneng semuanya ada di novel. so, novel itu kaya muka kedua gue.

kapan awalnya bikin novel? sebenernya dari gue SD gue udah suka bikin cerpen-cerpen gitu. tapi waktu SD, gue tuh bikinnya cerita fantasi, tentang fairytale2 gitu lah. masuk SMP, gue mulai bikin fanfiction, jadi gue suka sama artis mana gitu, terus gue bikin cerita tentang dia tapi fiksi, karangan gue sendiri. lanjut kelas 2 SMP, gue mulai suka bikin novel romance, tapi novel gue itu lebih bisa di bilang naskah dari pada novel. because, waktu itu novel gue hampir semuanya dialog, narasinya kurang bahkan kadang gak ada. tapi ya, emang dulu cerita-cerita yang gue bikin cuma jadi konsumsi diri gue sendiri. gak ada yang gue bolehin buat baca.

tapi pas kelas 3 SMP, salah satu temen gue ada yang gak sengaja baca tulisan gue. karena dulu gue nulis cerpen tuh di buku tulis kalo enggak note hp. otomatis kalo ada yang minjem hp atau buku gue, pasti gak sengaja kebaca. nah, sejak saat itu, jadi banyak yang baca cerpen gue, malahan ada yang minta di kirimin full copynya. mereka kritik cerita gue, bagusnya dimana, jeleknya dimana, enaknya di apain yang jeleknya. dan gue ngerasa, wah karya gue di hargain. wah, ternyata ada yang mau baca cerita gue. itu bener-bener bikin seneng banget.

masuk SMA, gue mulai banyak baca novel-novel. bagi gue novel-novel yang di tulis oleh penulis-penulis yang udah ternama itu adalah buku pelajaran. gue belajar gimana caranya mendeskripsikan suasana yang baik, gimana caranya menyampaikan pesan tersirat dengan baik, gimana caranya mengemas cerita-cerita sederhanya menjadi menarik. but, dulu di otak gue, "setiap penulis punya ciri khas, mungkin dialog yang lebih banyak dari narasi adalah ciri khas gue.". so, gue gak begitu mengalami banyak kemajuan di novel gue yang kaya naskah drama itu.

suatu hari, tiba-tiba temen gue ada yang nyaranin gue buat ngirim novel ke penerbit. gue mikirnya, apa sih, novel gue gak ada bagus-bagusnya. pasti juga gak keterima, lagian gue nulis cuma buat mengeluapin apa yang ada di otak gue. tapi lama kelamaan gue mulai mikir, sayang juga selama ini gue nulis cuma gue yang nikmatin, respon dari temen-temen gue juga cukup bagus. dan kalo gue di tolak juga, seenggaknya gue punya pengalaman.

akhirnya gue ngirim novel pertama gue, gue inget banget jumlahnya 76 halaman dan hampir 80%nya itu dialog. alhasil, novel gue di tolak. setelah nerima surat penolakan itu rasanya campur aduk. dari yang tadinya gak peduli mau di tolak atau enggak, akhirnya jadi sedih sendiri. dari yang emang gak pd, jadi "kayanya lumayan deh novel gue, kok di tolak ya?". sejak saat itu gue jadi lebih giat lagi belajar tentang novel-novelan.

naik ke kelas 2 SMA. novel gue mulai maju pesat. gue sampe gak nyangka sendiri, novel gue mulai kaya novel dan ciri khas "banyakan dialog dari pada narasi" gue mulai ilang. temen-temen gue pun berpendapat demikian. gue jadi semangat banget buat ngirim lagi ke penerbit. waktu itu jumlah halamannya  85 halaman. dan gue pun ngirim lagi ke penerbit, dan yap.. di tolak lagi.

di tahap itu gue semakin penasaran dengan "apasih yang penerbit cari", dari yang niatnya iseng ngirim ke penerbit, jadi ambisi buat lolos seleksi. lama kelamaan semuanya berubah, gaya bahasa gue, cara pemaparannya. gue juga lebih berhati-hati dalam menulis. gue jadi ngerasa menulis bukan lagi media buat menumpahkan apa yang ada di otak gue, tapi jadi "menulis seperti yang penerbit mau". akhirnya gue sempet berhenti nulis buat beberapa bulan.

di waktu gue absent buat nulis, gue makin sering baca. makin banyak kosakata yang gue tau. makin mengerti dengan EYD dan lain sebagainnya. akhirnya di akhir kelas 2, gue sempet menyelesaikan novel gue. gue coba ngirim ke perbit lagi. dan setelah nunggu 3 bulan, surat penolakan datang lagi. di situlah titik gue ngerasa "udah deh nyerah aja"

tapi di saat gue mau nyerah, temen-temen gue malah semangat banget ngedukung gue. malah ada yang mau bela-belain ngeditin naskah gue. masuk kelas 3 pun gue ketemu sama temen-temen yang suka nulis juga. kita saling tukar pikiran, sempet juga mau kolaborasi nulis gitu. akhirnya gue jadi semangat buat nulis lagi. gue sama temen-temen gue juga bikin deadline. deadline itu rasanya seru banget, dimana awal-awalnya kita nyepelein sampai pas menjelang hari Hnya deadline, kita semua panik, bahkan gue sempet begadang buat nyelesain novelnya. seruuuu banget, berasa kaya udah jadi penulis.

gue dan temen-temen pun ngirim naskah bareng-bareng. but sekali lagi, de javu itu datang, surat penolakan yang kayanya udah gak asing lagi di mata gue datang lagi. tapi gue gak sebete awal-awal pas dapet surat itu, kayanya gue udah mulai terbiasa di tolak.

sampai menjelang akhir kelas 3, gue sempet ngirim novel gue yang judulnya "THE END", novel itu juga gue targetin sebagai novel terakhir gue di kelas 3, karena sebentar lagi bakalan sibuk dengan Ujian Nasional. dan ternyata novel terakhir gue itu juga di tolak.

selesai UN gue mulai nulis lagi. gue juga mulai nyari-nyari referensi penerbit yang kira-kira bisa di kirim lewat email. but, ternyata ngirim lewat email kayanya lebih membuat kemungkinan di terimanya lebih sedikit. karena kalo menurut salah satu blog yang gue baca. kalo kita ngirim naskah langsung, biasanya akan di baca keseluruhan, kalau lewat email, mungkin karena bikin mata sakit juga kalo baca lama-lama di komputer. jadi kalo paragrap awal gak menarik biasanya langsung di delete. dan kalo ngirim langsung itu, biasanya di dalam surat penolakannya terdapat point-point minus novel kita itu. tapi kalo surat penolakan yang melalui email, biasanya hanya di tuliskan garis besar kekurangnya aja.

dan akhir-akhir ini gue lagi suka cerita-cerita lucu sama seorang penulis, gue manggilnya kak Angel. penulis novel tears in heaven. orangnya super baik, dia juga pernah bilang, "Penulis-penulis terkenal pun tau rasanya di tolak". bikin gue semakin semangat buat nulis, thanks berat kak angel.!!

so guys, sampe sekarang gue masih menulis. karena gue ngerasa jiwa gue ada di sini. oiya, gue lagi dalam proses pengetikan nih, sudah mendekati finishing. doain ya kawan, semoga kali ini bisa berjodoh sama penerbit dan gue bisa melepas kata "calon" dari profesi gue "calon penulis", Aamiin hehe :)